REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Ambisi China untuk menjadi negara sosialis kuat dan modern tidak saja ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil serta besarnya kekuatan militer yang dimilikinya.
Negeri Panda juga ingin tampil beda dengan menghadirkan arsitektur kontemporer modern di setiap kota di penjuru negeri, menciptakan "iconography" yang sama sekali baru tanpa meninggalkan sejarah budaya setempat.
Berangkat dari sejarah yang panjang, kota-kota China juga ingin berkompetisi dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Maka China pun membuka lahan baru di setiap pelosok, "cuttingedge design", penggunaan teknologi mutakhir dalam konstruksi, yang bertujuan meng-"outdazzle" negara-negara barat. Dari sisi lain negeri ini juga tengah mencari identitas nasional dalam arsitekturnya.
Tak mengherankan jika China yang semakin modern membuka kesempatan besar para arsitek internasional untuk berkontribusi dalam perkembangan arsitektur kontemporer di negeri tersebut, termasuk arsitek Indonesia.
Salah satunya Maulana Murdan. "Selama lebih dari 15 tahun berkarir, saya mendapat kesempatan untuk ikut berekspresi dan bereksperimentasi dalam merancang bangunan-bangunan di China," katanya seperti dikutip e-magazine ruang 04/2011.
Ia mengatakan, banyak hal menarik dalam proses pengambilan keputusan selain perencanaan, perancangan suatu proyek. "Selain ingin menciptakan preseden-preseden terkini dalam suatu rancangan, mereka juga mendorong kami untuk menggunakan inovasi dan teknologi yang sama sekali baru dalam struktur dan konstruksi, terutama untuk 'high performance building', ungkap Maulana.
Saat berkarir di Skidmore, Owings & Merrill, LLP (Hongkong & San Francisco) ia ikut merancang Jinling Tower di kota Nanjing, China. Tampilan 'sculptural' dari Menara Jinling mencoba mengartikulasikan sistem struktur bangunan, yang juga menghasilkan bentukan yang sangat unik dalam mendefinisikan kembali skyline kota Nanjing.
Lantai bawah Jinling Tower digunakan sebagai ruang kantor, bagian tengah menara menampung unit apartemen 'high-end'. Bagian atas bangunan, dengan bentukan lantai kembali menjadi 'square' dipergunakan untuk hotel bintang enam. Karya menara itu memenangkan San Francisco AIA's Unbuilt Design Award dan Venice Biennale's Metamorph Award pada 2004.
Selain itu, Maulana juga terlibat dalam perancangan gedung Shenzhen Stock Exchange di Kota Shenzhen, China. "Programming ruang pada 'Shenzhen Stock Exchange' dirancang sebagai alat untuk mengembangkan kepercayaan pasar dan investor," tutur Maulana.
Hal tersebut dapat dilihat pada lapisan bangunan yang memisahkan 'trading floor' dari publik; tiga eksterior bangunan yang saling terhubung dan interior memiliki layar tampilan, menampilkan scrolling transaksi terkini, data ekonomi, tickers dan berita.
Tidak itu saja, penggunaan sistem 'structural lattice' pada eksterior, ruangan interior cenderung terbuka dan terang, dengan tingkat visibilitas tinggi, rancangan itu hadir untuk menunjukkan konsistensinya sebagai mesin ekonomi yang juga menjadi ruang publik.
Proyek itu memenangkan San Francisco AIA's Unbuilt Design Award pada 2007.
Maulan juga terlibat dalam pembangunan kompleks hunian Hangzhou Eastern City Center di Hangzhou, dan Jinyang Masterplan, Guiyang, Guizhou, dan Chongqing Tower, Chongqing, China.
Menara Chongqing akan berdiri sebagai mercusuar bagi Kota Chongqing. Bangunan mixed-use setinggi 300 meter itu terdiri atas 50.000 meter persegi ruang kantor pada lantai bawah dan 54.000 meter persegi ruang untuk apartemen pada bagian atas, sebuah ritel dan hotel butik yang menghadap Sungai Yangste.
Tak hanya Maulana, Surjanto salah satu arsitek Indonesia lainnya juga turut berkontribusi dalam perkembangan artsitektur kontemporer di China. Surjanto yang memulai karir arsitekturnya pada proyek Bank DKI dan Graha Modern Plaza, ikut terlibat dalam perancangan tahap tiga World Trade China di Beijing.
World Trade Center tahap tiga merupakan pengembangan mixed-use retail, kantor dan hotel. Daya tarik dari proyek ini adalah menara yang ikonik dengan tinggi 330 myang merupakan struktur tertinggi di Beijing dan menjadi titik pusat Central Business District (CBD).
Hotel Shangri- La, menempati lantai paling atas menara. Podium menara merupakan gedung retail lima lantai, yang merupakan perluasan eksisting ke Mall World Trade Center China. Selain itu, keunggulan Menara ini terletak pada dinding kaca inovatif, dengan sirip kaca keramik yang tegak lurus dengan fasad. Pada malam hari, bangunan ini seolah menjadi layar besar dengan kehadiran teknologi lampu LED guna menunjukkan eksistensinya di Beijing.
Surjanto juga ikut merancang Fan Hai Internasional Center yang merupakan komunitas perumahan dan ritel masa depan yang terletak di timur laut CBD Beijing dibingkai oleh Chao Yang Park (taman kota terbesar di Asia), rencana lapangan golf, dan taman hutan.
Direncanakan sebagai penghubung antara CBD Beijing dan bandara internasional, arsitekturnya menciptakan konektivitas sambil membentuk sebuah manifesto baru untuk kota.
Sebagai gedung tertinggi di distrik Chao Yang, Fan Hai International Center akan memberikan identitas yang kuat bagi pengembangan kawasan yang dapat berfungsi sebagai landmark untuk distriknya dan juga Beijing.
Ia juga terlibata dalam perancangan GT Land Hefei Masterplan, Hefei yng merupakan proyek ikonik pintu gerbang pusat komersial dan budaya untuk BinHu New Town yang memungkinkan kota ini menjadi tujuan regional dalam urusan bisnis dan liburan.
"Bentuk arsitektur unik digunakan untuk menghasilkan harmoni dan kepuasan terhadap pertumbuhan perkotaan, di mana secara bersamaan menonjolkan sejarah budaya Hefei yang kaya," katanya seperti dikutip e-magazine ruang 04/2011.