Senin 09 Dec 2013 20:09 WIB

Almuzzammil: Pesan Antikorupsi Jangan ke Terdakwa Saja

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Dewi Mardiani
Korupsi yang dilakukan aparat hukum dinilai memiliki dampak lebih berbahaya, ilustrasi
Korupsi yang dilakukan aparat hukum dinilai memiliki dampak lebih berbahaya, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan hari antikorupsi disikapi beragam oleh politisi. Salah satunya PKS yang terganjal dengan masalah korupsi yang melibatkan mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq (LHI).

‘’Pesan antikorupsi jangan hanya kepada terdakwa saja,’’ terang Ketua DPP PKS, Almuzzammil Yusuf, Senin (9/12). Akan tetapi ditujukan pula kepada aparat penegak hukum. Mereka, kata Almuzzammil, diminta jangan menegakkan hukum dengan mengorupsi hukum. Dalam artian korupsi hukum adalah pelaku korupsi dengan jumlah lebih besar dan vulgar divonis lebih kecil di pengadilan Tipikor.

Hal itu, kata Almuzzammil, merupakan tanda-tanda aparat mengkorupsi hukum. Seharusnya, aparat penegak hukum memperlakukan sama semua pelaku korupsi.

Sementara itu DPP PKS khawatir hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) tidak memperhatikan fakta kasus hukum LHI. Pasalnya, jarak waktu pledoi dengan pembacaan putusan hanya selama dua hari.

‘’Hanya dua hari kerja jaraknya, sehingga membawa peluang hakim tidak mempertimbangkan fakta yang ada,’’ ujar Humas PKS, Mardani Ali Sera di Gedung DPR, Senin (9/12). Hal ini disampaikan di sela-sela hakim membacakan putusan di pengadilan Tipikor, Jakarta.

Menurut Mardani, PKS berharap hakim bertindak adil dalam memutus perkara tersebut. PKS pun memberikan dukungan penuh dalam pemberantasan korupsi.

Almuzzammil menambahkan, PKS mempertanyakan vonis terhadap pelaku korupsi dari partai lain dalam jumlah besar namun dengan pidana yang lebih kecil. ‘Harus ada keadilan,’’ imbuh dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement