REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengusulkan agar seluruh elemen bangsa, terutama lembaga-lembaga tinggi negara memikirkan kembali posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
"Posisi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara menjadi strategis dalam pelaksanaan ketatanegaraan," kata Megawati Soekarnoputri pada diskusi "Refleksi Akhir Tahun: Pekan Politik Kebangsaan, Menyongsong Indonesia Memilih 2014" di Jakarta, Selasa (10/12).
Menurut Megawati, setelah amandemen konstitusi hingga empat kali pada awal reformasi, posisi MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tapi sejajar dengan lembaga negara lainnya yakni lembaga tinggi negara. Ada delapan lembaga negara yang posisi dan kedudukannya sejajar yakni, MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Komisi Yudisial (KY).
Ketua Umum DPP Megawati ini menyoroti, adanya delapan lembaga negara yang posisi dan kedudukannya sejajar sehingga hubungan ketatanegaraan mengalami kendala. "Karena merasa sejajar sehingga saling sungkan, siapa yang mengkoordinir dan siapa yang dikoordinir," katanya.
Megawati mencontohkan, kalau ada negara lain yang menggempur Indonesia, lalu siapa yang akan memanggil pemimpin-pemimpin Indonesia. "Masa pimpinan lembaga tinggi negara semuanya harus dipanggil karena posisinya setara," katanya.
Karena itu, Megawati mengusulkan agar seluruh elemen bangsa terutama lembaga-lembaga tinggi negara memikirkan kembali posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Menurut dia, wibawa negara Indonesia di dunia internasional saat ini menurun, karena pemimpin saat ini dinilai belum optimal mengatasi persoalan bangsa.
Megawati pun mengingatkan, pada saat dirinya menjadi presiden Republik Indonesia kelima pada 2000-2004, adalah presiden terakhir sebagai mandataris MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara.