Ahad 22 Dec 2013 14:09 WIB

'Indonesia Jangan Hanya Jadi Pasar Halal'

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Djibril Muhammad
Produk berlabel halal MUI  (ilustrasi)
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Produk berlabel halal MUI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam 10 tahun terakhir, permintaan terhadap produk halal meningkat pesat. Peluang bisnis ini pun segera menjadi insentif bagi beberapa negara untuk mendirikan lembaga sertifikasi halal, khususnya untuk makanan dan minuman.

Proses ini juga diikuti dengan pengembangan industri makanan dan minuman bercap halal. Menurut data yang dilansir World Halal Forum 2009, pasar produk makanan halal global di 2010 mencapai 661,6 miliar dolar AS.

Berdasarkan data itu, sekitar 63 persen atau 418 miliar dolar terkonsentrasi di Asia. Data itu menyebutkan hal tersebut adalah hal yang wajar karena mayoritas umat Islam berada di kawasan Asia.

Salah satu pendiri Masyarakat Ekonomi Syariah, Riyanto Sofyan, mengakui untuk mengembangkan Halal Lifestyle, maka bisa dimulai dari makanan halal. Lagipula, potensi pasar makanan halal juga sangat besar.

Komite Bidang Perdagangan, Hotel dan Makanan Halal MES ini mengatakan, pasar makanan halal mencapai 16,6 persen atau 1,1 triliun dolar AS dari seluruh dunia di 2012.

Padahal di saat yang sama pasar keuangan syariah penetrasinya baru satu persen. Walaupun, dari segi angka total aset pasar keuangan syariah mencapai 1,3 triliun dolar.

Untungnya pengembangan halal lifestyle saat ini sudah difasilitasi pemerintah, baik Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Khusus industri makanan halal ia mengakui, saat ini Indonesia belum sebesar Malaysia dan Thailand. "Saya berharap ke depan Indonesia jangan hanya jadi pasar, tapi juga siap bersaing dengan negara tetangga," tuturnya kepada Republika, usai menjadi pembicara di Islamic Halal Business, Festival & Food Expo 2013, Sabtu (21/12).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement