REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Meski terus dihujat dunia, Israel tak malu meneruskan pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusaelm Timur dan Tepi Barat Sungai Jordan.
Nabil Abu Rdeinah, Asisten Presiden Palestina Mahmoud Abbas Urusan Media, menyebut pembangunan pemukiman Yahudi itu cerminan Israel menghalangi upaya Amerika Serikat dalam proses perdamaian.
Pada Jumat pagi, Kementerian Perumahan Israel mengeluarkan tender bagi pembangunan 1.400 unit rumah di permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Pengumuman itu dikeluarkan selang beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri AS John Kerry meninggalkan wilayah tersebut. Padahal, Kerry berkunjung untuk mencapai kerangka kerja bagi kesepakatan antara Israel dan Palestina.
Keputusan membangun permukiman diumumkan awal Januari, saat Israel membebaskan 26 tahanan Palestina sebagai bagian dari kesepakatan. Pembebasan tahanan itu diperantarai AS guna melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Palestina.
Liciknya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menunda pengumuman tersebut saat selama kunjungan Kerry. Sebab, pengumuman mengenai pembangunan rumah baru bisa memicu kemarahan Amerika Serikat dan Pemerintah Otonomi Palestina.
Pada Selasa (7/1), Duta Besar AS untuk Israel, Dan Shapiro mengatakan usul kerangka kerja bagi pembicaraan status akhir antara Israel dan Palestina akan disampaikan dalam waktu satu bulan.
Shapiro, yang berbicara dengan Radio Israel, mengatakan, kerangka kerja akan meliputi semua masalah inti dalam konflik Palestina-Israel dan akan diwakili kedua pihak dalam beberapa pekan ke depan.
Utusan AS itu berkata, ada kemajuan dalam kunjungan Kerry ke Israel. Kerry akan kembali dalam waktu dekat untuk makin memajukan pembicaraan perdamaian.
Ia juga mengatakan AS melindungi Israel dari masyarakat internasional yang mengecam Israel. Namun ia percaya Netanyahu menyadari fakta kegagalan dalam perundingan akan lebih merusak posisi Israel di kancah global.
Dengan selalu mengingat itu, Menteri Perekonomian Israel Naftali Bennet, menyampaikan pidato 'hawkish' yang menentang pembicaraan perdamaian dengan Palestina, selama satu konferensi di Institut bagi Kajian Keamanan Nasional di Tel Aviv.
Kendati Netanyahu 'mendukung' perdamaian, Bennet berujar, sepanjang pengetahuannya, Palestina merdeka akan menimbulkan 'ancaman demografik' di Israel dan membanjirinya dengan pengungsi Palestina.
Pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina dilanjutkan pada Juli 2013, setelah terhenti selama tiga tahun akibat pembangunan permukiman Yahudi.