REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Rencana PT Pos Australia mengenakan biaya tambahan untuk jasa pengiriman surat ditolak sejumlah kalangan pebisnis dan penyedia jasa sosial. Mereka menilai kebijakan itu akan memberatkan masyarakat berpendapatan rendah dan juga mereka yang tinggal di kawasan regional.
Dalam survey online tahunan baru-baru ini, PT. Pos Australia meminta para pelanggannya memilih dua opsi pengiriman surat. Yakni, surat mereka dikirimkan tiga kali dalam sepekan atau bersedia membayar biaya tambahan AUD$30 atau sekitar Rp.300 ribu per tahun untuk jasa pengiriman surat tersebut.
Dewan Layanan Sosial di Australia Selatan mengatakan banyak orang tidak mampu menanggung beban tambahan biaya lagi."Pengiriman surat itu sangat penting dan masih menjadi layanan yang mereka andalkan terutama bagi warga berpendapatan rendah yang sudah dibebani terlebih dahulu oleh tekanan biaya hidup,” kata juru bicara lembaga tersebut, Ross Wommersley.
"Kelompok warga ini sangat bergantung kepada layanan dari Pos Australia untuk mengirimkan tidak cuma berbagai tagihan tapi juga hal lain yang membantu mempermudah urusan mereka. Karenanya memberlakukan biaya tambahan atas pengiriman surat-surat itu akan sangat membebani keuangan mereka,” katanya.
Penolakan juga diungkapkan kalangan pebisnis. Ketua Kamar Dagang NSW, Damian Kelly mengatakan dua opsi yang ditawarkan Pos Australia akan sangat berdampak pada dunia usaha.
“Jika jadi diterapkan, pasti akan banyak menyulitkan dunia usaha, memang tidak sampai menghentikan bisnis masyarakat, tapi sudah pasti akan memperlambat,” katanya.
"Terutama bagi kawasan pedesaan di Australia, dan regional New South Wales tempat saya berasal, dampak kebijakan ini akan sangat dramatis bagi sejumlah bisnis yang masih mengandalkan ongkos kirim dan jasa ongkos kirim."