REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Berdasarkan hasil audit Kebun Binatang Surabaya (KBS), Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim) yang dilakukan Universitas Airlangga (Unair) beberapa pekan lalu ditemukan adanya masalah pertukaran satwa yang dilakukan saat kepengurusan KBS yang lama.
Direktur Utama Perusahaan Daerah Taman Satwa KBS, Ratna Achjuningrum, mengatakan lebih dari 400 ekor satwa yang berpindah tangan dari pengelolaan KBS karena dipertukarkan dengan pihak lain. Ada beberapa satwa yang diserahkan ke lembaga penelitian dan pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Tetapi beberapa satwa ditukar lewat nota kesepahaman (MoU) pada penangkaran dan lembaga konservasi.
“Pertukaran itu ada beberapa yang menyalahi peraturan pemerintah (PP) nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan satwa dan tumbuhan liar,” katanya, Selasa (21/1). Padahal, dia menjelaskan, dalam pasal 33 tersebut telah disebutkan bahwa pertukaran satwa hanya boleh dilakukan antar lembaga konservasi.
Pertukaran satwa liar hanya diperbolehkan dengan satwa liar, bukan dengan kandang atau satwa awetan. Begitu juga di pasal 34 telah dijelaskan tentang kesetaraan pertukaran satwa. Jadi pertukaran satwa tidak boleh dilakukan dengan tidak seimbang. Misalnya, lima ekor jalak Bali, setara dengan seekor badak.
“Tetapi kenyataan yang terjadi di KBS pada masa silam tidaklah demikian. Sebanyak 14 ekor komodo dipertukarkan dengan satwa lain yang tidak setara nilai konservasinya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, di pasal 34 juga telah ditentukan ada 11 jenis satwa yang hanya boleh dipertukarkan lewat izin presiden di antaranya seperti komodo dan babi rusa. “Namun pada masa lalu, pertukaran satwa ada yang tidak mengindahkan aturan tersebut,” ujarnya.