REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa dengan magnitude 6,5 skala richter (SR) di barat daya pesisir Kebumen, Jawa Tengah, pada Sabtu (25/1), tidak mengubah potensi terjadinya gempa megatrust di selatan Jawa.
"Pengaruhnya tidak ada karena (gempa) relatif kecil. Sebelumnya yang di Pangandaran tahun 2006 malah lebih besar, 7,7 SR, itu 30 kali lipat energinya dari gempa di barat daya Kebumen kemarin," kata peneliti Geotek dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawidjaja di Jakarta, Selasa (28/1)
Gempa 6,5 SR yang juga dirasakan di Yogyakarta hingga Jakarta dan utara Pulau Jawa, menurut dia, tetap menjadi pelajaran berharga karena sudah membuat kepanikan masyarakat.
"Bagaimana kalau magnitude 9 SR, dan itu mungkin terjadi. (Lokasinya bisa) di situ juga tapi lebih luas wilayahnya," ujar dia. Semakin besar energi gempa, kata Danny Hilman, akan semakin besar retakan batuan dan kian besar cakupannya.
Jika gempa megatrust dengan magnitude 9 SR terjadi, ia memperkirakan retakan batuan yang dihasilkan dapat mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer (km), dengan demikian gempa akan dirasakan di wilayah dengan cakupan lebih luas.
Meski demikian kondisi geologi di bawah satu lokasi juga mempengaruhi gempa yang dirasakan di tempat tersebut. Retakan yang terjadi pada gempa di barat daya Kebumen pada Sabtu (25/1), dapat dirasakan di Jakarta karena kondisi di bawah Ibukota merupakan endapan lunak, lanjutnya.
"Itu yang membuat Jakarta lebih memiliki risiko tinggi terhadap gempa. Kondisi geologi di bawah satu lokasi harus juga kita pahami," ujar Danny.