REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Kisruh politik di Mesir tak hanya menelan korban jiwa. Jejak peradaban Islam pun terkena dampaknya. Bom mobil yang menargetkan markas polisi dan keamanan, Kairo, pada Jumat (24/1), menghancurkan Museum Seni Islam dan isinya.
Banyak porselen dan kaca berusia ratusan tahun hancur menjadi debu. Manuskrip terkoyak oleh air yang tersembur dari pipa rusak akibat bom. Selain itu, mihrab terbuat dari kayu yang nilainya sangat tinggi, tak luput dari dampak ledakan bom.
Kerusakan paling parah terjadi pada keramik-keramik serta gipsum yang berasal dari periode kekuasaan Dinasti Fatimiyah dan Mamluk. Lentera-lentera kuno yang biasa dipasang di masjid-masjid selama Ramadhan, bernasib sama.
Dari 300 lentera di dunia itu, terdapat 60 unit di dalam museum tersebut. Sebanyak lima lentera tak lagi berbentuk.
“Ini masa paling menyedihkan bagi benda bersejarah itu. Barang itu langka dan tak bisa tergantikan,” kata Rafaat el-Nabarawy, profesor benda bersejarah.
Benda berharga lain yang hancur, yakni beragam kaca yang berangka tahun 750 Masehi. Sebuah mihrab kayu tak lepas dari kehancuran.
Ayat Alquran dan inskripsi lain terukir di mihrab itu, yang merupakan milik Ruqaya, anak perempuan Ali bin Abi Thalib.
“Museum sepenuhnya hancur dan perlu dibangun kembali,” kata Menteri Benda Bersejarah Mesir Muhammad Ibrahim, Sabtu (25/1). Kegetiran dirasakan mantan pejabat museum Muhammad el-Kilani.
Kilani merasa terguncang dan hampir tak bisa berkata apa pun mengetahui kondisi museum. “Anda bisa membayangkan apa yang terjadi bila serangan menargetkan kota metropolitan seperti Kairo. Museum ini seperti kota metropolitan itu, sangat penting,” katanya.
Museum Seni Islam Kairo dibangun pada 1881. Tempat ini menampung artefak dari semua periode sejarah kekuasaan Islam.
Hampir 100 ribu artefak tersimpan di sana. Sekitar 4.000 di antaranya terpajang, sedangkan sisanya berada di gudang.
Benda-benda itu ada yang berasal dari masa pra-Islam, abad ketujuh hingga akhir abad ke-19. Termasuk di dalamnya karpet, koin, keramik, perhiasan, manuskrip, ukiran pualam, dan kayu. Terdapat juga air mancur dengan mozaik beragam warna.
Air mancur itu dipajang dan menjadi benda yang paling mengesankan. Karya ini berasal dari zaman kekuasaan Mamluk, abad ke-13 hingga ke-16 Masehi. Akibat bom tersebut, sekitar lima persen artefak hilang. Kilani bahkan menduga jumlahnya mencapai 20 persen.
Pada Ahad (26/1), tim investigasi Kementerian Benda Bersejarah mulai mengumpulkan puing benda sejarah yang hancur. Menggunakan jaket putih dan sarung tangan karet, mereka memungguti satu per satu potongan aneka benda di ruang pamer.
Pekerja konstruksi berusaha memindahkan potongan baja dan kayu-kayu runtuhan bangunan. Belum semua artefak yang rusak berhasil dirapikan.
Namun, Pemerintah Mesir mengatakan laporan kerusakan menunjukkan kehilangan yang serius atas sejarah Mesir dan Islam.
Padahal belum lama ini, museum yang terletak di Distrik Bab el-Khalq, Kairo Lama, itu direnovasi dengan menghabiskan dana 14,4 miliar dolar AS.
Renovasi mencakup 25 aula pameran, sistem pencahayaan dan keamanan, laboratorium restorasi, museum anak, dan perpustakaan.
Selain itu, Dirjen UNESCO Irina Bokova berjanji membantu memperbaiki museum itu. “Kejadian ini merupakan tanda bahaya bagi peninggalan sejarah dan identitas warga Mesir.” Menurut Juru Bicara UNESCO Sue Williams, sudah ada rencana dan alokasi dana.
Warga Bab el-Khalq, Abdul-Moaz Abdul-Salam, marah melihat museum yang rusak. “Ini sejarah Mesir. Mereka menghancurkannya. Kita mudah membangun kembali markas keamanan. Bagaimana kita membangun lagi museum ini?”