REPUBLIKA.CO.ID, Budi Raharjo, perencana keuangan independen dari One Consulting, menyebutkan, emas adalah salah satu bentuk investasi pelindung nilai. Maksudnya, kenaikan harga emas atau logam mulia (LM) biasanya lebih tinggi dari inflasi per tahun. Dengan begitu, LM bisa dilirik untuk menjadi tabungan masa depan karena sanggup mengalahkan inflasi. Tapi, jangan juga buru-buru borong LM.
Investasi, ungkap Budi, perlu berdasarkan pertimbangan matang dan pengetahuan cukup. Jangan jadi investor emosional yang ikutikutan karena sedang tren, ucapnya.
Memang, LM bisa menjadi investasi jangka panjang. Namun, investasi yang berlebihan di LM juga bisa merugikan. Maksud Budi, bukan dalam bentuk menumpuk LM. Ada beberapa produk turunan emas yang membutuhkan pengamatan lebih jeli, sambung dia.
Produk emas yang bersifat spekulatif sebaiknya dihindari. Ini karena produk spekulatif mengandung risiko utang berlebihan hingga mungkin tidak terbayar. Yang harus diketahui, harga LM berkembang mengikuti kondisi pasar juga politik dan ekonomi di dalam maupun luar negeri.
Faktor yang memengaruhinya beragam hingga sulit memprediksi harga LM secara spesifik di bulan atau tahun tertentu. Pembelian produk LM yang spekulatif ini membuat calon pemiliknya jadi berharap bahwa harga LM akan naik di kemudian hari sehingga utangnya bisa terbayar sebab kenaikan harga LM itu.
Prita Hapsari Ghozie, chief financial planner dari ZAP Finance, menambahkan, investasi itu perlu. Kalau memang LM sedang tren, ya lakukan saja, ucap dia. Tetapi, investasi yang dilakukan itu harus dibarengi dengan pengetahuan demi bisa mencapai tujuan. Katanya, jangan sekadar berinvestasi karena semua orang melakukannya. Lakukan karena memang investasi itu dirasa cocok dan ada faktor nyaman dalam mengerjakannya.