REPUBLIKA.CO.ID, BETHLEHEM -- Kepala negosiator Palestina, Saeb Erekat mengatakan, pertemuan dengan Menteri Luar Negeri, John Kerry tidak ada kemajuan yang progresif.
"Hingga kini dan setelah pertemuan Kuartet yang diselenggarakan pada hari Sabtu di Munich, Kerry tidak menyajikan sesuatu yang tertulis atau resmi," kata Erekat seperti yang dilansir dari Maannews, Selasa (4/2).
Ia menekankan, Palestina menunggu proposal resmi dari Amerika Serikat, yang ditunda karena Israel yang menolak solusi dua negara dan hukum internasional. Erekat pun menegaskan dalam simposium tentang proses perdamaian Timur Tengah di Muenchen sebelum bertemu Kerry.
"Kami adalah anak sah dari Palestina, kami tidak akan menerima Israel sebagai negara Yahudi," ucapnya menegaskan.
Erekat mengatakan, bagaimana mereka harus menerima solusi dua negara yang terus ditawarkan, sedangkan di sisi lain Israel terus membangun lebih dari 10 ribu rumah pemukim di tanah Palestina. Israel juga menghancurkan lebih dari 219 rumah warga Palestina dan membunuh lebih dari 40 warga Palestina sejak pembicaraan damai Juli lalu terhenti.
"Saya menegaskan kepadanya di depan seluruh bangsa di dunia bahwa kami tidak akan mengubah sejarah kami, agama kami atau peradaban kami," kata Erekat.
Ia ingin mengingatkan Menteri Luar Negeri Israel, Tzipi Livni jika negaranya harus meminta maaf atas kesengsaraan pengungsi Palestina. Sebab, rakyat Palestina terlantar bukan karena bencana alam tapi bencana kemanusiaan karena berdirinya Israel.
"Livni menuduh kami tidak ingin perdamaian, dan saya mengatakan kepadanya bahwa Israel bersikap rasis terhadap warga Palestina melebihi apa yang terjadi di Afrika Selatan. Dunia harus bangkit melawan rezim rasis ini dan menghukumnya," ucap Erekat menegaskan.