Kamis 06 Feb 2014 10:33 WIB

PBNU Gelar Tasyakuran Harlah ke-88

Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 31 Januari, 88 tahun lalu, tepatnya 1926, Nahdlatul Ulama (NU) berdiri. KH Hasyim Asyari didaulat sebagai rais akbar organisasi yang berbasis massa kalangan santri tersebut.

Organisasi ini tumbuh dan berkembang sebagai salah satu kekuatan masyarakat sipil civil society yang banyak berkonstribusi bagi bangsa dan negara. Tidak hanya di bidang agama, juga ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya.

Maka, gairah mengabdi kepada agama dan bangsa inilah yang menjadi semangat dan ruh utama peringatan hari ulang tahun (harlah) ke-88 NU pada Jumat (31/1).

Acara yang digelar sederhana itu berlangsung hikmat dan bermakna. Sejumlah tokoh nasional dan segenap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hadir dalam acara yang mengangkat tema Setia Menjaga NKRI tersebut.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menegaskan, NU berjanji akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Keutuhan NKRI harus tetap dijaga, tidak hanya secara geografis, tapi secara politik, ekonomi, dan budaya. Indonesia kembali menjadi negara yang berdaulat, kata dia.

Dia menerangkan, NU awalnya lahir dari budaya Islam nusantara dan berkembang dalam budaya nusantara dengan segala gelombang yang terjadi di atasnya.

Bahkan, ketika nusantara dalam penjajahan, NU dengan gigih mempertahankan identitas kenusantaraan dan berjuang penuh melawan penjajah yang ingin melenyapkan kenusantaraan.

Hadirnya reformasi dengan semangat liberalisme yang tanpa batas, lanjutnya, menjadikan upaya merombak NKRI serta mengganti atau merevisi Pancasila terus berjalan.

Kiai Said menambahkan, dilihat dari sudut pertahanan (militer), integritas NKRI sudah mulai mengendor, terbukti dengan terjadinya pelanggaran wilayah oleh pasukan asing.

Di segi ekonomi, sejak diberlakukannya liberalisasi perdagangan dengan dibebaskannya investasi asing masuk ke seluruh sektor strategis maka bisa dilihat bahwa saat ini ekonomi nasional tidak lagi di bawah kendali bangsa sendiri, melainkan telah dikuasai asing.

Di sektor kebudayaan, pengaruh asing mulai menerobos hingga ke sektor privat dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Sementara, informasi dari dunia internasional yang dikendalikan kapitalis global yang berpandangan hidup liberal tetaplah begitu jauh memengaruhi cara berpikir, sikap, dan tindakan masyarakat di negeri ini, jelas Kiai Said.

Lebih jauh, Said berkomitmen untuk menjaga keutuhan NKRI ini. Sarana yang paling tepat adalah Pancasila. Pasalnya, Pancasila dengan falsafah Bhinneka Tunggal Ika merupakan tali pengikat keragaman bangsa ini.

Bagi NU membela NKRI dan Pancasila merupakan keharusan politik untuk menjaga kesatuan dan kedamaian negeri ini dan sekaligus merupakan kewajiban syari membela negara wajib hukumnya.

Komitmen ini akan tetap dipertahankan, bahkan hingga genap berusia satu abad kelak. “Kesetiaan ini perlu ditegaskan,” ungkap dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement