REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Singapura prihatin keputusan pemerintah Indonesia atas penamaan salah satu Kapal Republik Indonesia (KRI) dengan nama pahlawan nasional Usman dan Harun.
Menurut Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana, sikap Menko Poluhukam dan Jubir TNI AL yang tidak menanggapi keprihatinan Singapura atas penamaan tersebut sudah tepat. Sebab menurutnya, keprihatinan itu merupakan intervensi kebijakan pemerintah Indonesia oleh Singapura.
Menurutnya, dalam suatu peperangan, termasuk ketika terjadi konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, tentu setiap negara akan menganggap prajuritnya yang meninggal atas nama negara sebagai pahlawan. Para prajurit ini menurutnya, melakukan tindakan tersebut atas nama negaranya.
"Ketika para prajurit ini meninggal baik di medan pertempuran atau dikenai hukuman sebagai tawanan perang, termasuk hukuman mati sekalipun, adalah hak dari negara si prajurit untuk menetukan apakah ia pahlawan atau tidak," ungkap Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu pada RoL, Jumat (7/2).
Hikmahanto menambahkan, para prajurit mengangkat senjata dan terkadang harus melakukan "pembunuhan" dikarenakan negaranya sedang dalam kondisi berperang. Sehingga jika diapresiasi dengan dianggap sebagai pahlawan oleh negaranya adalah hal wajar.
Sebaliknya, korban perang umumnya menganggap orang tersebut tak lebih dari penjahat perang atau bahkan pecundang. Seperti halnya yang terjadi di Jepang.