REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Sekitar 42.000 rumah ilegal dibangun di atas 60 lokasi tanah yang dikelola Badan Pengusahaan Batam Kepulauan Riau dan sewaktu-waktu terancam digusur, kata Kepala Dinas Tata Kota Batam Gintoyono Batong di Batam. ''Jumlah ruli (rumah liar/ rumah ilegal-red) ada lebih dari 42.000 dan jumlahnya cenderung bertambah," kata Gintoyono di Batam, Minggu.
Ia mengatakan pemerintah sudah berupaya memindahkan warga yang tinggal di rumah ilegal ke rumah susun yang dikelola Pemkot Batam. Namun, jumlah warga yang membangun rumah ilegal juga terus bertambah. "Kami sudah berhasil memindahkan sekitar 3.000 warga yang tinggal di rumah liar ke Rusun. Tapi jumlah pertambahan Ruli lebih banyak lagi," kata Gintoyono.
Pemerintah kesulitan mengajak warga pindah ke rusun, meskipun telah membuat kebijakan tinggal tanpa uang sewa untuk tiga bulan pertama. Gintoyono mengatakan kebijakan membebaskan uang sewa adalah rangsangan agar warga mau pindah dan tinggal di Rusun yang relatif lebih sehat dan nyaman.
Wali Kota Batam Ahmad Dahlan berharap seluruh warga yang tinggal di rumah ilegal bisa pindah ke rusun yang dikelola Pemkot. "Kami sudah lama menyiapkan rusun, seperti di Tanjung Uncang, Piayu dan lain sebagainya yang harganya sangat terjangkau. Untuk itu, saya mengharapkan kepada semua warga di Ruli, agar segera pindah ke rusun," kata Wali Kota.
Ia mengatakan Rusun yang berdiri di 60 lokasi itu menghambat pembangunan infrastruktur yang direncanakan pemerintah seperti pembangunan jalan dan revitalisasi waduk, karenanya ia meminta warga segera pindah. "Untuk menjadikan kota yang bagus dan infrastruktur yang baik, kesadaran warga yang kami harapkan agar pindah ke rusun yang telah kami siapkan," kata dia.
Sementara itu, warga rumah ilegal Kampung Agas Sekupang, Kancil, mengatakan enggan pindah ke rusun dan memilih bertahan di lingkungan ilegal."Kami maunya tetap di sini saja. Dekat tempat usaha, sudah biasa di sini, jadi susah kalau pindah ke Rusun," kata dia.