REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) mengimbau Polri tidak mempersulit polwan yang ingin berjilbab. Pemakaian jilbab saat bertugas maupun tidak dinilai sebagai panggilan hati nurani.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), KH As’ad Said Ali, mendukung penuh Polwan berjilbab. Pihaknya sudah berkali – kali menyatakan hal itu dalam berbagai kesempatan.
Namun sayangnya, Polwan tidak dapat segera berjilbab ketika berseragam, karena belum ada peraturan di internal Polri. “Ini persoalan birokrasi yang biasanya ribet,” imbuhnya, saat dihubungi, Rabu (12/2).
Birokrasi menurutnya harus memiliki idealisme yang mendukung polwan untuk berjilbab. Muslimah di Polri yang ingin berjilbab harus difasilitasi. "Semangatnya memberikan kemudahan kepada mereka. Segera saja diatur," jelasnya.
PBNU, menurutnya, siap untuk membantu Polri untuk memberikan masukan terkait jilbab Polwan. Prinsip yang selalu dipegangnya adalah memberikan kemudahan. “Saya berharap polwan yang mau berjilbab tidak dipersulit,” kata As’ad.
Pihaknya mengingatkan Polri agar berhati-hati dalam menyikapi polemik penggunaan jilbab bagi polwan.
Dikhawatirkan, masyarakat khususnya mereka yang beragama Islam, justru akan menarik simpatinya kepada Polri. Institusi penegak hukum satu ini harus memiliki citra yang baik, sehingga dapat melindungi dan melayani masyarakat.
"Jilbab bisa membantu peningkatan citra Polri," paparnya.