REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan dianjurkan untuk memakai dana jangka panjang dalam membiayai kredit, terutama kredit pemilikan rumah (KPR). Alasannya, mismatch antara dana dan kredit dapat dikurangi. Selama ini, perbankan banyak menggunakan dana yang bersifat jangka pendek untuk membiayai kredit jangka panjang.
Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Raharjo Adisusanto mengatakan pihaknya dapat menjembatani penyaluran KPR. Perbankan yang sudah memproses KPR, dapat mengagunkan KPR tersebut pada SMF untuk dijadikan sekuritas. Sekuritas tersebut dapat dijual ke masyarakat. Kemudian dananya digunakan kembali oleh bank untuk KPR. Dana tersebut berupa jangka panjang dan berbunga tetap.
"Tahun lalu, dalam kondisi suku bunga meningkat tajam, SMF masih bisa menyalurkan dana dari pasar modal sebesar untuk sekuritisasi sebesar Rp 1 triliun dan Rp 2,5 triliun untuk penyaluran pinjaman," ujar Raharjo, Rabu (12/2).
Ia mengatakan, dana jangka pendek memiliki risiko, diantaranya risiko likuiditas dan perubahan tingkat suku bunga. Suku bunga tetap sulit diterapkan jika pinjamannya dalam bentuk jangka panjang. SMF memberikan pinjaman dengan tenor terpanjang 10 tahun. "Kami meminjamkan likuiditas ini bunganya tetap," ujarnya.
Saat ini telah ada 10 bank dan 3 multifinance yang bekerjasama dengan SMF. 10 bank tersebut adalah BTN, Bank DKI, Bank Nagari, Bank NTB, Bank Muamalat, BTN syariah, Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah dan Bank BJB Syariah. Sementara, 3 multifinance tersebut adalah MNC Finance, Kreditplus, dan Ciptadana. Namun, hanya BTN yang melakukan sekuritisasi. Selebihnya hanya melakukan pinjaman pada SMF.
Deputi Komisioner OJK Dumoly Pardede mengatakan sektor keuangan memberikan pembiayaan dengan berbagai macam strategi, tapi sayangnya dananya masih berasal dari jangka pendek. "Ini menyebabkan banknya teriak. SMF disini jadi agen penengah," ujarnya. Ia berharap, SMF dapat mengoptimalisasikan bisnisnya dengan memberikan sekuritisasi tak hanya pada BTN.