Oleh: Afriza Hanifa
Dalam perkembangannya, musik Islam akhirnya sampai juga di Indonesia. Musik Melayu dan Arab memberi pengaruh besar terhadap musik Islam ala Indonesia.
Mulanya, dua musik yang identik dengan gambus tersebut berkembang pesat di Sumatra dan seluruh pesantren di Indonesia pada 1940-an.
Kala itu, ada seorang musisi gambus ternama Abdullah al-Habsi. Dalam perkembangan musik modern Nusantara, gambus ikut memainan peranan penting. Musik gambus ini disebut-sebut juga sebagai cikal bakal musik dangdut.
Musik yang didominasi rebana dan tabla ini mejadi unsur musik dangdut hingga kini. Ciri khas musik gambus, yakni liriknya berupa puji-pujian kepada Tuhan.
Belakangan, musik yang dipengaruhi musik Melayu dan Arab ini disebut musik religi. Menurut Indriyana R Dani dan Indri Guli dalam Kekuatan Musik Religi, musik religi adalah bunyi dalam lirik dan lagu yang mengandung nilai dakwah.
Bila diperdengarkan secara live atau melalui media visual dan elektronik, seperti radio, televisi, dan dalam bentuk digital, pendengar atau penikmat merasa lebih dekat kepada Sang Pencipta, sehingga menimbulkan suatu emosi dalam diri. Hal yang membedakannya dengan musik umum, yakni lirik atau syair.
"Lirik ataupun syair musik religi mengandung makna yang lebih mendalam dan sarat pesan,” tulis mereka dalam buku tersebut.
Sementara, Dede Burhanudin dalam makalah hasil penelitian Litbang Kementerian Agama mengatakan, musik Islam hingga awal kemerdekaan masih identik dengan musik padang pasir.
Instrumen yang digunakan masih sangat khas Arab, yakni rebana dan liriknya pun berbahasa Arab. Gaya itulah yang disebut dengan kasidah. Penikmat kasidah sangat terbatas, hanya di kalangan pesantren, madrasah, dan penganut Islam tradisional.
Gaya musik religi itu terus berlangsung hingga 1970-an. Saat itu, muncul grup musik Bimbo yang digawangi empat bersaudara Sam, Acil, Jaka, dan Iin. “Melalui Bimbo, terjadi sebuah revolusi musik kasidah di Indonesia. Bimbo menjadi sebuah fenomena. Selain sukses dalam musik pop, Bimbo juga sukses dalam musik kasidah,” ujar Dede.
Memasuki 1980-an, dimulai babak baru musik religi Indonesia dengan hadirnya grup seni vokal nasyid. Layaknya kasidah tanpa alat musik, demikianlah nasyid di awal kemunculnya. Syair-syair religi berbahasa Arab dinyayikan secara akapela.