Oleh: Afriza Hanifa
Secara etimologi, nasyid berarti senandung. Dengan tema terbatas dan hanya menggunakan bahasa Arab, nasyid pun tak dinikmati semua kalangan.
Barulah pada 1990-an, Malaysia membawa pengaruh nasyid ke Indonesia dan membuatnya laku keras.
Terdapat beberapa grup nasyid asal Malaysia yang terkenal saat itu, yakni Nadamurni dan The Zikr. Malaysia juga menelurkan grup nasyid yang kemudian booming di Indonesia, yakni Raihan.
“Grup inilah (Raihan) yang dianggap memicu perkembangan nasyid di Indonesia. Soalnya, Raihan mampu memberi warna baru dalam khazanah nasyid dengan konsep ngepop dan easy listening.
Sebelum kemunculan Raihan, grup-grup nasyid di Indonesia hanya memiliki dua kecenderungan, yakni menggunakan perkusi rebana dan akapela,” kata Dede. Sejak itu, muncul grup nasyid Indonesia, seperti Snada, Izzatul Islam, dan Qatrunnada.
Dalam khazanah musik religi Indonesia, sebenarnya terdapat banyak musisi lain yang juga sempat naik daun. Para musisi itu, di antaranya Emha Ainun Najib, Haddad Alwi, hingga yang masih eksis saat ini, yaitu Opick.
Marawis dan hadrah
Penikmat musik Islam di Indonesia juga mengenal marawis dan hadrah. Marawis yakni permainan alat musik pukul dengan perkusi sebagai nada utama. Seni musik marawis merupakan hasil perpaduan budaya Arab dan Betawi.
Sedangkan, hadrah merupakan pertunjukan seni dari Melayu yang mengolaborasikan nada gendang, gong, dan biola. Para pria dan wanita memainkan alat musik tersebut sembari memperagakan tarian atau permainan. Para pemainnya mengenakan busana adat Melayu.
Marawis dan hadrah masih dapat dijumpai hingga kini. Tapi, kehadiran mereka hanya menjadi pewarna musik religi. Keduanya hanya berkutat di lingkup tradisional dan tak sepopuler nasyid ataupun kasidah modern.