Oleh: Afriza Hanifa
The Noble Quran, itulah karya yang selalu mengingatkan kita pada seorang cendekiawan Muslim di abad ke-20, Muhammad Taqiuddin al-Hilali.
Hal itu menjadi rujukan otentik Barat dalam terjemahan Alquran. Pasalnya, al-Hilali menerjemahkannya dalam bahasa Inggris dengan sangat apik karena merujuk banyak ilmu tafsir.
Nama lengkapnya Muhammad Taqiuddin al-Hilali. Dia disebut-sebut memiliki hubungan keluarga dengan cucu Rasulullah, Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ia juga dikenal dengan nama Abu Shakib.
Al-Hilali lahir pada 1311 Hijriah atau bertepatan dengan 1893 Masehi di sebuah desa berlembah al-Fidah, dekat dengan Sajalmasah, Maroko. Keluarganya bukanlah warga asli Maroko. Sang kakek melakukan migrasi ke negara di Afrika Utara tersebut dari al-Qairawan, Tunisia.
Keluarga al-Hilali tak hanya terkenal memiliki keutamaan karena berhubungan darah dengan Husain bin Ali, tapi juga sangat beragama. Dia dibesarkan dalam asuhan pendidikan agama sang ayah dan keluarga besarnya merupakan orang-orang alim.
Pada usia 12 tahun, al-Hilali telah menjadi hafiz Quran. Bacaannya sangat bagus karena ia giat mempelajari tajwid dan tata bahasa Arab. Saat kecil, dia terbiasa dengan pembelajaran Aquran dan hadis.
Al-Hilali sangat rajin menuntut ilmu agama. Ia bahkan pergi ke banyak negara untuk mendapatkan secercah ilmu. Irak, India, Mesir, Arab Saudi, hingga Jerman pun ia datangi.
Dia menempuh pendidikan tinggi di Universitas al-Qarawiyyin (Universitas al-Karaouine) di Kota Fes, Maroko. Pada usia 20-an, ia menuju Aljazair untuk mendalami fikih. Namun, hanya sejenak di negara tersebut, akhirnya pindah ke Mesir pada 1922.
Di negeri piramida, al-Hilali terdaftar sebagai mahasiswa Universitas al-Azhar. Namun, karena kecewa dengan kurikulumnya, dia akhirnya memutuskan keluar. Sebagai ganti, dia menjadi murid ulama Mesir ternama, Rasyid Ridha.
Tak lebih setahun, ia pulang kembali ke Maroko untuk menyelesaikan sarjananya di Universitas al-Qarawiyyin. Dari universitas tersebut, ia mendapat gelar Bachelor of Arts.
Tak berhenti menuntut ilmu, Taqiuddin menuju India untuk mendalami ilmu hadis. Tak hanya sebagai mahasiswa, ia pun merangkap menjadi guru di sana. Ia bahkan menjabat sebagai kepala studi bahasa Arab di Dar al-Ulum di Kota Lucknow, India. Setelah studi di India selesai, al-Hilali pindah ke Irak.