Kamis 20 Feb 2014 17:24 WIB

Zona Merah di Kelud Jadi Tontonan Warga

 Kondisi Desa Laharpang, Puncu, Kediri, Jawa Timur, Selasa (18/2), yang terkena dampak erupsi Gunung Kelud. (Republika/Adhi Wicaksono)
Kondisi Desa Laharpang, Puncu, Kediri, Jawa Timur, Selasa (18/2), yang terkena dampak erupsi Gunung Kelud. (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR- Sejumlah kawasan yang masuk kategori zona merah (bahaya) di radius tiga hingga lima kilometer dari pusat letusan (kawah) Gunung Kelud (1731 mdpl) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, beberapa hari ini justru menjadi tontotan warga.

Kenekatan warga memasuki zona terlarang itu setidaknya terlihat di sekitar perkebunan Petungombo, Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, tepatnya di sepanjang Sungai Kaliputih yang berjarak sekitar tiga kilometer dari pusat erupsi, serta di sekitar Gunung Gedang, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kamis.

Di titik yang disebut terakhir ini, warga mengklaim jarak ke dapur kawah kurang dari dua kilometer. Tidak hanya melihat puncak Gunung Kelud yang menjadi pusat erupsi, sebagian warga juga nekat turun dan berjalan menyusur aliran lahar yang sebagian masih mengepulkan asap berbau belerang panas di Sungai Kaliputih dan Kali Njari.

"Kami sudah larang, tapi warga tetap saja nekat," kata Broto atau biasa dipanggil Mbah Brown, tenaga keamanan senior di Perkebunan Petungombo, Blitar.

Beberapa polisi juga tampak di area zona terlarang yang berada di radius kurang lima kilometer dari puncak Gunung Kelud itu, namun keberadaan mereka hanya sebatas mengawasi. Padahal, dasar sungai yang menjadi jalur aliran lahar tersebut sangat curam, sekitar 200 meter dari tebing.

Warga yang berada di dasar sungai yang masih mengeluarkan asap belerang beracun ini akan sulit menyelamatkan diri apabila dari arah hulu mengalir lahar dingin/lahar hujan, karena harus berlari ke tepian dan naik ke atas tebing yang tinggi. Bahaya juga mengancam keselamatan warga yang menerobos zona merah di kawasan sekitar Gunung (Bukit) Gedang, di Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari yang diklaim berjarak kurangdari dua kilometer dari dapur kawah Gunung Kelud.

Selain ancaman lahar hujan, warga yang berduyun-duyun ingin melihat dari dekat kondisi puncak serta jejak kerusakan akibat erupsi Gunung Kelud berisiko terpapar awan panas yang menyembur dari pusat kawah.

"Petugas kami sudah berjaga di portal-portal pintu masuk menuju zoa bahaya, namun masalahnya banyak warga yang menyusup melalui jalan-jalan tikus yang tidak terjaga. Ini menyulitkan kami," kata Kapolres Blitar, AKBP Indarto saat melakukan inspeksi.

Ia bahkan sempat murka saat melakukan patroli bersama jajarannya dan mendapati banyak warga yang berkeliaran di kawasan zona bahaya. Beberapa penduduk lokal bahkan ditemukan mulai mengkomersilkan titik-titik pemandangan dengan menarik sumbangan sukarela di sekitar lokasi parkir kendaraan.

Terhitung mulai Kamis (20/2), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menurunkan status Gunung Kelud dari awas menjadi siaga. Namun, sebagaimana disampaikan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI Surono, kepada wartawan di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, warga tetap diimbau untuk berada di luar jarak aman yaitu radius lima kilometer dari kawah.

Kendati demikian, pihaknya meminta warga untuk mewaspadai jika di puncak Gunung Kelud terjadi hujan deras karena ancaman lahar dingin masih terus mengancam, khususnya pemukiman yang berada di bantaran sungai.

Hal senada disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif mengatakan meski radius aman sudah dikurangi, namun bukan berarti warga bisa seenaknya kembali ke rumah masing-masing tanpa pengawasan dan mengikuti arahan petugas.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement