Oleh: Mohammad Akbar
Setiap upaya pengembangan keilmuan harus diarahkan sebagai refleksi dari keimanan dan realisasi ibadah kepada-Nya.
Islamisasi ilmu adalah gagasan yang telah lama disuarakan oleh para pemikir Muslim. Salah satunya, Ismail Raji al-Faruqi. Ia menggagas perlunya Islamisasi ilmu pengetahuan modern ke dalam sebuah bingkai tauhid.
Al-Faruqi adalah cendekiawan Muslim yang cukup berpengaruh di abad ke-21. Ia lahir di Jaffa, Palestina, pada 1 Januari 1921. Tak hanya gigih menyemai pemikiran Islam, ia pun tak henti mengkritik ekspansi Zionis Israel di tanah kelahirannya. Namun, sikap kerasnya terhadap Israel inilah yang membawanya kepada maut.
Bersama sang istri, Lamiya al-Faruqi, ia wafat pada 27 Mei 1986 setelah ditikam orang tak dikenal yang masuk ke kediamannya di Wyncote, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS). Hingga kini, penyebab kematiannya masih diselimuti awan gelap. Namun, banyak pihak meyakini aksi pembunuhan itu berkaitan erat dengan kecamannya terhadap Israel.
Al-Faruqi lahir dari ayah yang berprofesi sebagai hakim (kadi). Sang ayah, Abd al-Huda al-Faruqi, adalah sosok yang sangat istikamah dalam menjalankan nilai-nilai Islam. Laman Ismailfaruqi.com menjelaskan, al-Faruqi memperoleh pendidikan agama pertama kali di rumah dari sang ayah. Dasar-dasar pendidikan agama juga diperkaya melalui masjid di dekat tempat tinggalnya.
Al-Faruqi melewati jenjang pendidikan sekolah formal secara mulus. Pada 1936, ia melanjutkan pendidikan di sekolah Katolik Prancis, College des Freres (St Joseph) di Palestina. Tamat dari St Josep, ia bekerja di bagian pencatat pada sebuah lembaga bernama Masyarakat Kerja Sama (Registrar of Cooperative Societies) pada 1942.
Setelah itu, kariernya terus melesat hingga ia duduk sebagai Gubernur Distrik Galilee pada 1948. Jabatan ini dilakoninya atas mandat Pemerintah Inggris yang ada di Yerussalem.
Ketika Israel mengikrarkan diri sebagai negara Yahudi pada 1948, al-Faruqi memilih untuk meninggalkan Palestina. Tempat yang ia tuju adalah Beirut, Lebanon. Di sini, ia melanjutkan studinya di American University of Beirut.
Tak lama setelah itu, ia memutuskan merantau ke Amerika Serikat. Di sana, ia menuntut ilmu pada program pascasarjana di Indiana University School of Arts and Sciences. Gelar magister (MA) bidang filsafat direngkuhnya pada 1949.
Tak lama kemudian, ia kuliah filsafat di Universitas Harvard. Gelar MA yang kedua pada bidang filsafat disandangnya pada 1951 setelah mempertahankan tesis berjudul Justifying the Good: Metaphysics and Epistemology of Value.