REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Serangan tembakan yang dilakukan oleh sejumlah pria tak dikenal pada Rabu (26/2) kembali menggoncang Bangkok. Tembakan dan ledakan kini semakin mewarnai kisruh politik antara oposisi dan pemerintah.
Reuters melaporkan, serangan tembakan itu terjadi di lokasi para pengunjuk rasa melakukan aksinya. Meski pun begitu, tidak ada korban jiwa akibat serangan tersebut.
Namun, rentetan tembakan dan ledakan yang terjadi akhir-akhir ini telah menewaskan lima orang. Empat di antaranya adalah anak-anak.
Sementara, Kepala Keamanan nasional Paradorn Pattanathabutr, mengatakan belum ada laporan korban jiwa atas insiden yang terjadi pada Rabu dini hari itu. "Para pelakunya masih belum kami ketahui," katanya.
"Akhir-akhir ini sering terjadi insiden yang persis seperti ini. Hampir setiap hari peristiwa ini terjadi," tambahnya.
Sebuah stasiun televisi Thailand menunjukan sekumpulan demonstran yang mendorong gerbang besi di depan markas polisi di Bangkok. Mereka menuntut penyelidikan atas tewasnya 20 orang sejak demonstrasi berlangsung. Tidak hanya itu, mereka juga menduga para aparat kepolisian merupakan antek-antek Thaksin.
"Kami ingin polisi melakukan tugasnya dengan jujur dan lugas," kata Anchalee Paireerak, pemimpin demonstran yang juga mantan presenter berita di sebuah stasiun televisi.
"Kami mendesak aparat kepolisian untuk berhenti mendukung rezim Thaksin dan bergabung dengan aksi kami," tambahnya.
Kerusuhan ini bermula ketika PM Yingluck Shinawatra meloloskan RUU Amnesti. Undang-undang tersebut dinilai dapat meringankan hukuman kakaknya, Thaksin Shinawatra yang saat ini tengah diasingkan di luar negeri.
Para demonstran menuntut Yingluck untuk mengundurkan diri dari jabatannya serta membentuk pemerintahan sementara. Namun, tuntutan itu ditolak oleh Yingluck.