REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan bahwa megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) akan tetap dibangun, meskipun terjadi pergantian pemerintahan.
"Proyek ini akan tetap berjalan, sudah ada Perpres (Peraturan Presiden), jadi meskipun ganti pemerintahan ini akan tetap berjalan. Pemerintahan selanjutnya hanya tinggal meneruskan," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Rabu.
Hatta juga mengemukakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto juga akan mengusulkan Badan Pelaksana yang bertugas untuk menyusun dan menetapkan rencana pengembangan, menyusun program serta melakukan penyesuaian pengembangan sesuai studi kelayakan atas kawasan strategis dan infrastruktur selat sunda.
Selanjutnya, Badan Pelaksana juga bertugas untuk menerima pelimpahan sebagian wewenang dari pemerintah maupun pemda, memfasilitasi pelayanan satu atap untuk perizinan, melakukan koordinasi dengan instansi terkait, merencanakan pengadaan tanah serta menyusun dan mengelola anggaran badan pengembangan.
"Kita tetap tidak akan menggunakan APBN, tapi kita gunakan BUMN serta inisiator yang dipersilakan untuk membahas itu," kata Hatta.
Secara terpisah, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto membenarkan bahwa pihaknya akan segera membentuk Badan Pelaksana.
"Saat ini sedang diusulkan siapa yang menjadi badan pelaksana. Harus ada badan pelaksana, karena yang akan meneken kontrak dengan swasta adalah badan pelaksana. Kita putuskan jembatan ini harus jalan terus karena sangat diperlukan dan merupakan bagian dari MP3EI," kata Djoko.
Djoko menegaskan bahwa pembangunan jembatan ini akan dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda.
Sebelumnya (17/7), pakar ITS Surabaya Prof Dr Daniel M Rosyid menilai megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) justru lebih banyak merugikan kepentingan Indonesia, karena masih ada solusi lain untuk memperbaiki aksesibilitas antara Jawa dan Sumatera.
Dalam diskusi pakar di Gedung LPPM ITS Surabaya, Guru Besar Riset Operasi Teknik Kelautan ITS itu menyebut kerugian pertama bukan hanya soal dana yang cukup besar atau sekitar Rp200 triliun, namun struktur ruang Indonesia akan berubah.
"JSS akan membuat posisi Selat Sunda menjadi semakin penting, sehingga koridor bebas internasional di Indonesia justru akan meluas, karena alur laut timur dan barat akan dibuka yang mengakibatkan kapal-kapal asing akan dengan mudah masuk Indonesia," katanya.
Kerugian lainnya, isu konsesi lahan yang diminta oleh investor JSS akan mendorong adanya alih kepemilikan lahan sekitar proyek tersebut.
"Investor asing tidak hanya meminta bagian dari hasil tarif jembatan, namun investor juga akan meminta konsesi lahan untuk pengembalian modal, sehingga industri asing akan semakin menguasai," katanya.
Dosen Jurusan Teknik Kelautan ITS itu menyatakan alasan utama JSS terkait tidak lancarnya alur transportasi laut di Selat Sunda karena sering terjadi "bottleneck" di wilayah tersebut, tidak tepat, karena seharusnya perlu transportasi massal jalur laut.
"Dari segi kuantitas, kapal feri kurang, kondisi dermaga pun kurang terawat akibat tidak dilakukan pengerukan, sehingga kemampuan dermaga menampung kapal semakin kecil," paparnya.
Permasalahan tersebut seharusnya dapat diatasi dengan penambahan jumlah kapal feri yang beroperasi di sana dan memperbaiki kondisi dermaga-dermaga yang ada.
"Kalau ada 40 kapal feri alternatif akan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan kapasitas muatan lebih besar dan harga sekitar 250 miliar setiap kapal, maka solusi tersebut dirasa lebih aman dan terjangkau. Selain simple juga tepat sasaran," katanya.