REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat politik dari "Islamic Education Centre", Mahbub Ghozali, meminta Wali Kota Tri Rismaharini harus tetap fokus menjalankan tugasnya memimpin Surabaya dan tidak terpengaruh polemik-polemik yang berkembang akhir-akhir ini.
"Bu Risma harus konsentrasi dan tidak boleh terpengaruh. Selama ini kepemimpinan beliau sangat baik dan harus dilanjutkan," ujarnya di sela diskusi publik bertema "Risma Teraniaya" yang diselenggarakan Solusi Pemuda Indonesia (SPI) di Surabaya, Kamis (27/2).
Pihaknya berharap kepentingan-kepentingan politik tertentu tidak semakin memperkeruh suasana dan membuat Risma terganggu kinerjanya. Sejak dilantik menjadi wali kota pada 2010, Risma telah menunjukkan dan membuktikan kecintaan serta kepeduliannya terhadap masyarakat.
"Karenanya, kami berharap elit-elit politik yang tujuannya hanya ingin menunggangi polemik ini untuk tidak semakin memperkeruhnya. Semua ini demi masyarakat dan kemajuan Surabaya. Apalagi, Risma masih dicintai rakyatnya," kata akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya tersebut.
Pada kesempatan sama, anggota SPI Jatim yang juga salah satu pembicara, Umar Farouq, mengatakan sudah seharusnya kepala daerah tidak tunduk pada kepentingan partai politik, termasuk partai politik pengusung. "Sesudah dilantik sebagai kepala daerah, maka tanggung jawabnya kepada masyarakat, bukan kepada partai, karena itu seluruh kepala daerah di Indonesia diimbau untuk tetap memperjuangkan kepentingan masyarakat," katanya.
Jikalau ada partai pengusung yang mencoba mengekang maka kepala daerah harus berani melawannya. "Itu sudah dibuktikan Risma karena sudah berani melawan, meskipun dia dianiaya. Ini harus menjadi inspirasi bagi kepala daerah lainnya," kata Umar.
Dia berharap besarnya dukungan berbagai elemen masyarakat se-Indonesia membuat Risma tetap kuat, sehingga pengabdiannya tidak terganggu dengan adanya polemik ini. "Sosok Risma adalah pemimpin yang diidam-idamkan masyarakat sekarang. Kita harus menyatukan barisan mendukung dan melindunginya dari intrik-intrik politik," kata dia.