REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – terpidana pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen, Antasari Azhar akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya ketika mendapat momentum tepat.
Antasari mengatakan, pengajukan PK ke MA akan dilakukan tergantung kondusifitasnya. Lagipula, permohonan ini baru diputus. Pastinya, hal itu tidak berkaitan dengan situasi politik atau rezim yang sedang berkuasa.
“Masalah kapannya itu tentunya (menyesuaikan) momentum juga,” kata Antasari usai pembacaan putusan UU KUHAP di Gedung MK, Jakarta, Kamis (6/3).
Antasari mengaku memiliki bukti baru yang menurutnya dapat membebaskannya dari hukuman. Namun, mantan jaksa itu enggan menyampaikan apa novum baru yang sudah dipegang pihaknya.
Pastinya, dia juga akan menghadirkan saksi dalam PK tersebut. “Ada orang yang ingin menebus dosanya. Dia lah yang pertama kali mengelaborasi semua ini,” katanya.
Dia juga mempersoalkan delik formil yang digunakan untuk membuat putusan pidana. Padahal, ketentuannya, delik tersebut hanya dipakai untuk perdata. Seharusnya pembuktian yang menjadi dasar mempidanakannya adalah delik materiil.
Dia menjelaskan, seperti kecocokan proyektil dengan jenis pistol, lalu kapan waktu penembakan, dan bagaimana prosesnya. Kemudian, terkait masalah SMS teror, kata dia, dalam persidangan tidak terbukti, namun justru didakwakan padanya. “Sudah tiga tahun sejak praperadilan tidak ada kejelasan polisi ungkap sms itu,” ujar dia.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak PK Antasari. Dalam persidangan di tingkat pertama yang berlangsung di PN Jakarta Selatan, Antasari divonis pidana penjara 18 tahun. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman yang dijatuhkan PN Jakarta Selatan.
MA juga menolak permohonan kasasi yang diajukan Antasari. Antasari kemudian mengajukan PK. Ia membawa tiga bukti baru dan 48 kekhilafan hakim yang menjadi dasar buat dirinya mengajukan PK, namun kembali ditolak.
Andi Mohammad Ikhbal