Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Ada isyarat dalam Alquran yang menekankan Jibril menyampaikan Alquran dengan menggunakan bahasa Arab yang jelas.
“Dan sesungguhnya Alquran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS asy-Syura [26]:192-195).
Sedangkan, ayat lain mengisyaratkan Alquran sejak zaman azalinya sudah menggunakan bahasa Arab, sebagaimana dipahami di ayat berikut. “Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat kitab (Alquran) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Alquran dengan berbahasa Arab agar kamu memahaminya.” (QS Yusuf [12]:1-2).
Dalam ayat lain Allah SWT mengisyaratkan Alquran turun dengan menggunakan cita-rasa Arab (lisanan ‘arabiyyan). “Dan sebelum Alquran itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Alquran) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang lalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS al-Ahqaf [46]:12).
Antara kata “qur’anan ‘arabiyyan” (Alquran yang berbahasa Arab) dan “lisanan ‘arabiyyan” (Alquran yang bercita rasa Arab) aksentuasinya berbeda. Yang pertama lebih menekankan Alquran menggunakan bahasa Arab secara ketat dan yang kedua menekankan Alquran menggunakan cita rasa Arab.
Namun, ada satu hadis dari Aisyah menerangkan bahwa wahyu yang paling berat diterima Nabi Muhammad ialah yang turun dalam bentuk bunyi lonceng. Kadang-kadang Nabi berkeringat di musim dingin.
Begitu beratnya menerjemahkan suara bunyi lonceng itu ke dalam bahasa Alquran sebagaimana adanya sekarang. Hadis ini bisa dipahami seolah-olah yang membahasaarabkan Alquran ialah Nabi Muhammad Saw.
Bagi sufi, lailatul qadar sebagaimana makhluk lain. Yang terpenting ialah mencari keridhaan Sang Pencipta malam seribu bulan itu.
Kata lailatul qadar diperoleh perdebatan yang sangat mendalam. Apakah kata lailah yang secara harfiah berarti malam atau menekankan makna simbolis (majazi). Dalam bahasa Arab, khususnya dalam syair-syair Arab, kata lailah bisa memiliki makna.
Lihat saja sebuah novel fenomenal berjudul Laila Majnun, sebuah novel sufistik yang ditulis oleh seorang sufi bernama Syekh Maulana Hakim Nidhami (1155-1223M).