REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hampir sebagian besar kalangan menyebut 2014 adalah tahun politik. Sebuah sebutan yang rasanya wajar mengingat penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden akan dilakukan pada tahun kuda kayu ini.
Lalu, bagaimana pengaruh tahun politik terhadap kegiatan ekonomi? Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini memiliki analisisnya. Saat menjadi pembicara dalam sesi seminar "Konferensi Nasional Industri Petrokimia Indonesia" di Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa (11/3), Hendri mengatakan, "Tidak ada yang perlu dirisaukan dari sisi pertumbuhan ekonomi".
Hendri memiliki alasan dibalik optimismenya itu. Salah satunya adalah struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pada 2013 silam, kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai 55,82 persen.
Disusul oleh komponen pembentukan modal tetap bruto atau komponen investasi fisik 31,66 persen, komponen pengeluaran konsumsi pemerintah 9,12 persen dan selisih komponen ekspor 23,74 persen serta komponen impor 25,74 persen.
Hendri menjelaskan, penyelenggaran pemilu legislatif 9 April 2014 dan pemilu presiden 9 Juli 2014, berpotensi meningkatkan pertumbuhan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga Sebagai gambaran, pada 2013 silam, komponen pengeluaran ini bertumbuh 5,28 persen.
"Tahun ini akan tumbuh rata-rata menjadi 5,5 persen. Sebab, permintaan tekstil, transportasi dan lain-lain akan meningkat," kata Hendri.
Secara keseluruhan, Hendri menyebut CORE Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 akan berada pada kisaran 5,5 sampai 5,8 persen. Proyeksi ini sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi pemerintah dalam APBN 2014 yakni 5,8 sampai 6,0 persen.
Hendri mengatakan, proyeksi lembaganya dapat tercapai jika sebuah syarat penting dipenuhi. "Pemerintah harus bertahan. Jangan buat kebijakan kontraktif," kata Hendri.