Rabu 12 Mar 2014 13:03 WIB

Noor Jehan, Arsitek Andal Nan Menawan (1)

Noor Jehan (ilustrasi).
Foto: Wikipedia.org
Noor Jehan (ilustrasi).

Oleh: Nashih Nashrullah

Karya-karyanya menginspirasi para seniman di masa mendatang.

Ellison Banks Findly dalam buku berjudul Nur Jahan: Empress of Mughal India yang diterbitkan oleh Oxford Univesity Press pada 1993 menulis, inovasi dan kemurnian aristeknya yang dikombinasikan dengan seni arsitektur khas India, telah menghasilkan mahakarya di seantero Tanah Gujarat tersebut.

Karya itu adalah gubahan seorang permaisuri Kerajaan Mughal, India. Ia adalah Noor Jehan. Kualitas seni arsitektur perempuan kelahiran 31 Mei 1577 di Kandahar inin memang diakui dan hingga kini menjadi warisan dunia.

Ia merancang taman Mughal di Kashmir dan Agra dengan inspirasi gaya Persi, dengan sistem pengaliran air yang tertata rapi, termasuk menggunakan geometri. Di Lahore dan Nursarai, sebuah taman ia bangun dengan dekorasi air terjun dan berbagai macam tanaman, menghijaukan taman.

Konstruksi bangunan yang ia rancang sendiri dan sangat bernilai seni tinggi ialah makam ayahnya, Mirza Ghias Beg, yang kemudian menjadi inspirasi utama desain Taj Mahal.

Sebuah makam, tanda cinta Shah Jahan untuk istri tercintanya, Mumtaz Mahal, yang tak lain adalah keponakan Noor Jehan. Bahkan, makam Noor Jehan di Pakistan ia rancang sendiri dan mengundang takjub banyak wisatawan sampai sekarang.

Pengetahuan dan wawasannya tentang seni bangunan dan arsitek bermula dari pernikahannya dengan penguasa Kerajaan Mughal, Raja Jahangir, yang berkuasa selama 1605-1627.

Pernikahan tersebut memberikan keuntungan berupa akses tak terbatas terhadap sumber dan rujukan ilmu arsitektur. Mulai dari menggambar sketsa, perancanaan pembangunan, bentuk monumen, dan desain taman yang megah juga elok.

Putri kedua dari Mirza Ghias Beg dan Asmet Begum ini memiliki jiwa seni yang tinggi. Tak hanya di bidang seni bangunan, ia juga mahir dan menguasai ilmu sastra, pintar menari, dan berdendang.

Ada dua nama sastrawan yang sangat ia gandrungi ketika itu, yakni Talib Amuli dan Qasim Khan. Sang permaisuri sering pula menggelar hajatan baca syair dan puisi di kediamannya. Acara itu banyak menyedot perhatian para pujangga dan sastrawan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement