Sabtu 15 Mar 2014 16:15 WIB

NU Tegaskan Tetap Netral Dalam Pemilu

Rep: c40/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua PBNU Said Aqil Siraj berbicara saat membuka Nadhlatul Ulama Sufi Gathering di Jakarta, Rabu (26/2).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua PBNU Said Aqil Siraj berbicara saat membuka Nadhlatul Ulama Sufi Gathering di Jakarta, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Gubernur DKI Jakarta, Joko 'Jokowi' Widodo, telah resmi ditetapkan sebagai calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan tegas menyatakan bersikap netral atas bursa capres 2014 yang akan segera digelar.

"Warga Nahdliyin itu tersebar disemua partai politik, sehingga tidak mungkin PBNU berpihak pada satu partai politik tertentu," kata Ketua PBNU, Slamet Effendy Yusuf, saat dikonfirmasi ROL, Sabtu, (15/3).

Slamet menjelaskan, sikap netral yang dimaksud PBNU ini tidak mendukung dan tidak menolak siapa pun capres Republik Indonesia (RI) termasuk Jokowi. Jadi, secara struktural PBNU tidak mendukung Jokowi atau capres tertentu, tapi bila ada warga Nahdliyin yang mendukung itu suatu hal yang lumrah jika landasannya untuk memperbaiki bangsa. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, PBNU mempunyai peran aktif dalam meyelesaikan persoalan bangsa.

Slamet mengatakan, penetapan Jokowi sebagai capres 2014 dari PDIP ini telah mampu memecahkan teka-teki yang selama ini ditunggu oleh masyarakat. Menurut Slamet, rekomendasi yang diberikan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri kepada Jokowi pada Jumat (14/3) kemarin dinilai tepat. Oleh karena itu, Mega juga harus segera mencari cawapres sebelum Pemilihan Legislatif (Pileg) supaya pencalonan Jokowi ini tidak menjadi suatu koalisi yang pragmatik nantinya.

"Logikanya begini, jika cawapres ditetapkan sebelum pileg, dampak positifnya adalah menghindari politik transaksional," ujar Slamet. 

Slamet menerangkan, PBNU sebagai salah satu organisasi masyarakat terbesar memiliki tiga posisi utama, yaitu sebagai lembaga sosial, jam'iyah dan jama'ah Nahdliyin. Sebagai jam'iyah, PBNU tentu menghargai penyaluran aspirasi politik warganya, mengingat jama'ah Nahdliyin ini tersebar diseluruh partai politik. Di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ada Surya Darma Ali, di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ada Muhaimin Iskandar, di Partai Demokrat ada Ali Maskur Musa, di Partai Golkar ada Yusuf Kalla, dan lain sebagainya," kata Slamet.

Slamet berharap, Jokowi yang kultural politiknya nasionalis ini, akan lebih baik jika diduetkan dengan kalangan yang nasionalis-agamis. Koalisi tersebut tidak harus nunggu pileg dilaksanakan supaya terjadi diskusi ide dan tidak berdasarkan bargaining power.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement