REPUBLIKA.CO.ID, MILAN-- Mantan pemain AC Milan Paolo Maldini mencemaskan penderitaan-penderitaan klub raksasa Italia dapat berlangsung untuk kurun waktu yang lama kecuali terjadi restrukturisasi dan investasi besar di klub itu.
Milan saat ini menghuni peringkat ke-12 di Liga Italia, tertinggal 40 angka dari pemuncak klasemen Juventus, dan dengan 10 pertandingan tersisa, mereka sudah tidak diperhitungkan untuk dapat bersaing memperebutkan satu dari dua tempat kualifikasi Liga Europa.
Juara Eropa tujuh kali itu, seperti rival sekota Inter pada musim ini, dapat absen dari kompetisi Eropa pada musim depan. Maldini, yang memenangi lima trofi Liga Champions dan tujuh gelar Liga Italia sebagai kapten tim Merah-Hitam, mendapati bahwa hal itu sulit diterima.
Dan ia percaya bahwa prospek-prospek Milan tidak akan membaik kecuali klub itu membangun strategi jangka panjang yang akan membuat mereka dapat bersaing dengan Juventus dan, dalam cakupan yang lebih luas, dengan Bayern Munich dan Real Madrid.
"Saya merasakan campuran kemarahan dan kekecewaan," kata Maldini, yang pensiun dari Milan pada 2009, kepada La Gazzetta dello Sport pada Selasa. "Bukan untuk hasil-hasil, karena kami pernah finis di posisi 10 atau 11 sebelumnya, namun lebih pada fakta bahwa semua yang kami lakukan dengan kerja keras untuk dibangun selama lebih dari 10 tahun telah hilang."
Maldini (45) meyakini eksodus para pemain pada musim panas 2012, termasuk penjualan Zlatan Ibrahimovic dan Thiago Silva ke Paris Saint Germain, merupakan awal dari kemerosotan klub menuju mediokritas. Ia juga mengkritik kepemimpinan ketua klub Adriano Galliani, yang kerap mendapat pujian karena perannya dalam mengorkestrasi perekrutan sejumlah bintang-bintang terbesar, pada tahun-tahun bergelimang kesuksesan mereka.
"Sebagian orang mungkin berpikir saya menggigit tangan-tangan yang memberi makan saya, namun itu bukan kasusnya. Saya merupakan bagian dari produk klub ini dan saya memiliki dua anak yang bermain di tim junior," tambah Maldini.
"Tetapi Milan tidak dapat lagi bersaing dengan tim-tim seperti Juventus, dan tidak lagi berada di 10 besar Eropa."
"Juventus telah memahami apa yang diperlukan dan merestrukturisasi dengan membangun grup solid berisi para pemain Italia yang tahu bagaimana cara mencapai kesuksesan."
"Pada 2007, ketika kami menjuarai Liga Champions, saya berkata kepada Galliani saya tidak berpikir bahwa kami merupakan tim terbaik di Eropa."