Rabu 19 Mar 2014 13:35 WIB

Mentan Bantah Pemilik Perkebunan Bakar Lahan di Riau

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Perkebunan Sawit
Perkebunan Sawit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menilai masih perlu penyelidikan terkait klaim yang menyebutkan pembakaran hutan di Riau ulah pengusaha perkebunan. Menurut dia, pemilik perkebunan besar tidak mungkin melakukan tindakan pembakaran karena resikonya besar, yaitu pencabutan izin. "Masa mau investasi lalu dibakar. Kalau itu lahan kebun agak aneh," katanya Rabu, (19/3).

Mentan melihat ada kemungkinan pembakaran dilakukan masyarakat, sebagai bentuk kearifan lokal. Namun ini hanya dilakukan di lahan-lahan kecil, sehingga pengendaliannya mudah. Ia melihat perlunya penyelidikan lebih lanjut agar hal ini tidak terus terjadi. Termasuk penyelidikan mengenai laporan adanya upaya sistematis untuk mendatangkan masyarakat dari luar daerah untuk melakukan pembakaran.

Riau dikatakan sebagai daerah yang menarik untuk pembukaan lahan. Untuk itu Pemerintah Daerah (Pemda) Riau seharusnya lebih ketat mengawasi agar penyimpangan seperti ini tidak terus terjadi. Dahulu menurut Mentan, kondisi serupa juga dihadapi daerah Kalimantan Tengah (Kalteng). Sekarang kondisi ini bisa dihindari karena Pemda Kalteng tegas mengatur masalah tersebut.

Kementan menurutnya berperan dalam usaha pencegahan dengan melakukan pengaturan yang ketat. Perusahaan yang ingin membuka lahan perkebunan harus mendapatkan sertifikat minyak sawit berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO). "ISPO ini sifatnya mengikat dimana dia menjamin tidak melakukan pembukaan lahan dengan membakar," katanya.

Perusahaan perkebunan besar juga berkomitmen menyediakan barikade untuk pencegahan dan penaggulangan kebakaran. Selain itu selama dua tahun ini terdapat moratorium tambahan izin perkebunan. Artinya menurut Mentan, tidak ada ekspansi lahan perkebunan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement