REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Aktivitas vulkanik Gunung Slamet masih belum mereda. Meski masih berstatus Waspada atau level II, aktivitas berupa gempa hembusan dan keluarnya asap hitam pekat masih terus terjadi.
Bahkan pada Rabu (19/3), Gunung Slamet menyemburkan asap yang lontarannya ke udara paling tinggi. ''Dalam enam jam sejak pukul 06.00 hingga 12.00, terjadi tiga kali hembusan yang asapnya mencapai 2.000 meter (m). Sebelumnya, ketinggian asap tertinggi hanya mencapai 1.200,'' jelas Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendrasto, Rabu (19/3).
Sementara dari pandangan visual, asao tersebut berwarna hitam pekat yang berisi material vulkanik berupa abu dan debu. Tidak jelas, ke arah mana lontaran asap berisi debu dan abu vulkanik tersebut terbawa angin. Hal ini karena secara visual, kondisi puncak Slamet sulit teramati akibat tertutup kabut tebal.
Hendrasto memperkirakan, semburan menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, karena frekuensi erupsi pada Rabu (19/3), sudah tergolong jarang. ''Karena erupsinya, maka tenaga yang mendorong menjadi cukup besar.
Meski demikian, dia meminta masyarakat tetap tenang karena karakter Gunung Slamet selama ini sangat berbeda dengan gunung berapi lain, seperti Kelud, Merapi atau Krakatau. ''Volcano Index Explosive (VIE) Gunung Slamet tercatat hanya 1, sedangkan untuk Merapi mencapai 4, dan Krakatau 6. Jadi memang erupsi Gunung Slamet tidak seeksplosif Merapi, apalagi Krakatau,'' katanya.
Pemantauan yang dilakukan PVMBG enam jam sebelumnya, yakni pada jam 00.00 hingga 06.00 WIB, tercatat 10 kali letusan yang disertai asap warna hitam tebal dengan ketinggian maksimal 1.500 meter. Arahnya ke barat laut. ''Hingga kini, status Gunung Slamet masih tetap waspada dan zona larangan beraktivitas masih pada radius 2 km dari puncak,'' ujarnya.