REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mie instan dari ubi kayu dan thiwul yang merupakan pangan olahan lokal Kabupaten Gunungkidul akan menjadi substitusi beras miskin (raskin) untuk masyarakat Gunungkidul.
Hal itu dikemukakan Kepala Bidang Konsumsi dan Kewaspadaan Pangan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY Arofah Noor Indriani DIY baru-baru ini. Mie instan (kering) diproduksi di Kecamatan Playen, sedangkan Thiwul diproduksi di Kecamatan Paliyan.
Provinsi DIY merupakan salah satu dari sembilan provinsi di Indonesia yang dijadikan percontohan pangan lokal sebagai pengganti beras miskin (raskin) yang diinisiasi sejak 2012. Di tahun 2013 ada tambahan 16 provinsi yang menyediakan pangan lokal sebagai substitusi raskin.
"Jadi saat ini sudah ada 25 provinsi yang sudah melakukan pengembangan pangan pokok lokal," kata dia.
Mie instan ini sudah disosialisasikan oleh Bupati Gunungkidul dan para camat kepada para RTS (Rumah Tangga Sasaran) raskin. Pada umumnya mereka setuju.
Bahkan Usaha Kecil Menengah pembuat mie instan yang diberi nama "Mie Ayo" sudah mendapat pesanan dari Walikota Depok setiap bulannya satu ton.
Jadi, dia menambahkan, Kabupaten Gunungkidul sudah siap untuk memproduksi produk lokal (mie instan dan thiwul) yang akan dijadikan pengganti raskin. Namun sekarang kebijakan tersebut masih di meja Menkokesra karena terkait mekanisme penyaluran untuk penyesuaian nilai harga antara raskin dengan mie instan ubi kayu dan tiwul instan.
"Kalau Menkokesra sudah menandatangani dan menyatakan bahwa mie instan dijadikan sebagai substitusi raskin, maka Mie Ayo dan Thiwul Ayu segera didistribusikan. Sistem distribusinya sama dengan raskin melalui Bulog. Sekarang sedang diramu mekanisme distribusinya," jelas dia.
Lebih lanjut Arofah mengatakan walaupun mie kering (instan) terbuat dari ubi kayu dan tetap bergizi. Namun memang harganya lebih mahal daripada raskin. Dia memberi contoh kalau raskin dapat satu kilogram, sedangkan mie kering hanya dapat satu keping.
Selanjutnya dia mengemukakan produksi pangan pokok lokal berupa mie berbahan ubi kayu juga akan dikembangkan di Kabupaten Bantul.
Namun produk mie Bantul berbeda dengan mie Gunungkidul. Kalau mie Bantul dibuat dari tepung tapioka. Hal ini disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat.