REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Keputusan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan melarang penggunaan situs jejaring Twitter di Turki, pada Kamis (20/3) tengah malam, menuai kecaman. Tak hanya dari dalam negeri, namun sejumlah negara Eropa juga mengecam keputusan tersebut.
Dilansir dari Todays Zaman, Departemen Luar Negeri Inggris menyatakan keprihatinan mendalam atas pemblokiran Twitter di Turki. Dalam sebuah pernyataan mereka menyatakan, kebebasan berbicara merupakan hal mendasar dalam sebuah negara. Inggris mendesak pihak berwenang Turki, untuk mempertimbangkan kembali larangan akses ke media sosial tersebut.
Menurut pernyataan, kebebasan berbicara dan berekspresi merupakan hak dasar bagi semua orang."Kami prihatin tentang laporan yang menunjukkan bahwa akses ke Twitter di Turki mungkin akan diblokir," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris.
Media sosial menurut kementerian, memiliki peran penting dalam demokrasi modern. Media sosial juga membantu untuk mempromosikan transparansi dan membangun debat publik. Kantor Luar Negeri Inggris menyatakan, telah lama mendukung masuknya Turki ke Uni Eropa. Sebagai negara kandidat, penting bagi Turki mempromosikan nilai-nilai inti Uni Eropa.
Nilai tersebut antara lain kebebasan berekspresi, demokrasi dan supermasi hukum.Kritikan juga disampaikan Pemerintah Jerman, Kanselir Angela Merkel. Merkel menkritik keputusan Turki memblokir Twitter pada Jumat (21/3). Menurutnya, langkah Erdogan tersebut tak sesuai dengan pandangan Jerman mengenai kebebasan berekspresi."Apa yang kami dengar dari Turki tidak sesuai dengan apa yang kami pahami soal kebebasan berkomunikasi," kata juru bicara Merkel Christiane Wirtz.