REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisruh proses hibah 30 unit bus dari perusahaan swasta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI hingga kini belum juga usai. Bus-bus seharga hampir Rp 45 miliar tersebut tak bisa mengaspal di Jakarta lantaran terbentur sejumlah aturan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, dia ingin agar 30 bus hibah tersebut langsung diserahkan pada PT Transjakarta saja, yang akan segera menjadi perusahaan mandiri. Dengan begitu, prosesnya bakal lebih mudah daripada harus diserahkan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov).
"Sumbangkan saja ke PT Transjakarta lah. Nanti kalau Pemprov yang terima dibilang melanggar perda lagi," ujar wagub yang biasa dipanggil Ahok tersebut, Kamis (27/3).
Dia mengatakan, apabila nanti bus-bus berbahan bakar solar itu dikenakan pajak, maka ia sebagai wakil gubernur akan membebaskan pajaknya. Sebab, dalam Undang-undang Nomor 28 dan 29 tentang Pendapatan Daerah, gubernur berhak meniadakan pajak dan retribusi.
Seperti diketahui, Ahok pernah marah besar saat mengetahui proses hibah 30 unit bus dari swasta dipersulit oleh PNS DKI sendiri. Swasta yang akan menyumbang bus justru diminta membayar pajak tinggi. Kemudian, proses hibahnya juga berbelit-belit hingga memakan waktu enam bulan.
Namun, usai dimarahi Ahok, PNS DKI ternyata tak juga memuluskan proses hibah. Sebaliknya, mereka justru mencari alasan lain. Yang terbaru, pelaksana tugas (Plt) Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Wiryatmoko mengemukakan alasan bahwa bus tidak bisa dioperasikan lantaran berbahan bakar solar. Sementara, perda mengatur bahwa kendaraan operasional Pemprov harus berbahan bakar gas. "Kalau semua kendaraan operasional harus pakai gas, harusnya Land Cruiser saya juga pakai gas dong," kata dia.
Ahok menilai, alasan-alasan yang dikemukakan oleh Sekda itu sengaja dicari-cari. Tujuannya agar Pemprov bisa tetap melakukan pembelian bus sendiri. Dengan begitu, mereka bisa tetap mendapatkan komisi.