Jumat 28 Mar 2014 23:06 WIB

Pemprov DKI Jakarta Langgar Enam Perjanjian Pemanfaatan Bantargebang

Sejumlah pekerja mengemas sampah-sampah plastik di kawasan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Sejumlah pekerja mengemas sampah-sampah plastik di kawasan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Komisi A DPRD Kota Bekasi, Jawa Barat, mencatat ada sedikitnya enam poin kesepakatan yang dilanggar oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait perjanjian kerja sama pengelolaan lahan pembuangan sampah Bantargebang.

"Kami sudah mengingatkan adanya pelanggaran itu hampir setiap tahun sejak 2011 lalu. Namun pelanggaran demi pelanggaran terus dilakukan DKI hingga saat ini," kata Anggota Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata dalam konfrensi pers di Bekasi, Jumat (28/3).

Menurut politikus PKS itu, Pemprov DKI Jakarta terkesan menginjak harga diri masyarakat Bekasi dengan diacuhkannya isi perjanjian kerja sama Nomor 4 dan 71 Tahun 2009 tentang peningkatan pemanfaatan lahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang ditandatangani mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo dan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad.

Adapun sejumlah poin kesepakatan yang dilanggar di antaranya Pasal 4 dan Psal 5 ayat C terkait penerimaan kompensasi untuk pemberdayaan masyarakat sebesar 20 persen dari tipping fee yang berlaku sesuai jumlah pasokan sampah yang masuk ke TPST Bantargebang. "DKI justru menyetorkan dana itu lewat pihak ke tiga dalam hal ini pengelola TPST Bantargebang. Itu menyalahi kesepakatan," katanya.

Poin berikutnya adalah Pasal 7yang mengatur kesepakatan distribusi sampah yang diangkut truk dari Jakarta menuju TPST Bantargebang. "Hingga sekarang kami masih sering mendapati ada truk pengangkut sampah DKI yang melintas di pusat Kota Bekasi di luar jam operasional yang ditentukan yakni, mulai pukul 22.00 hingga 04.00 WIB. Bahkan, air sampahnya berceceran di jalan," katanya.

DKI juga dianggap melanggar kesepakatan lampiran yang tertuang pada nomor 9 terkait penanaman pohon di area TPST dan pembuatan buffer zone untuk meredam pencemaran air tanah dan udara karena belum terealisasi. "Kami juga menyesali belum dilaksanakannya penambahan sumur artesis terminal air demi memenuhi kebutuhan air bersih warga. Kesepakatan itu terlampir dalam poin lampiran nomor 13," katanya.

Adapun dua janji Pemrov DKI lainnya yang juga belum terealisasi adalah penurapan Kali Ciasem di perbatasan TPST ke hilir sepanjang 3 kilometer, serta pembuatan sumur pantau untuk pengawasan kualitas air bersih. "Dua perjanjian itu tertuang dalam poin lampiran nomor 16 dan 18," katanya.

Ariyanto berharap agar Pemrov DKI Jakarta segera mengklarifikasi persoalan tersebut kepada DPRD dan Pemkot Bekasi. "Kekesalan kami memuncak saat Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sampai turun langsung ke jalan untuk mengusir truk sampah DKI yang kedapatan beroperasi di luar jam operasional," katanya.

Pihaknya berencana akan mendorong dievaluasinya kembali perjanjian yang akan berlaku hingga 2029 itu bila tidak ada itikad baik dari Pemprov DKI untuk memberikan klarifikasi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement