Selasa 01 Apr 2014 19:36 WIB

Untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun, Jepang Naikkan Pajak Publik

Shinzo Abe
Foto: Yuya Shino/Reuters
Shinzo Abe

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Warga Jepang harus menghadapi kenaikan harga segala jenis barang, mulai dari bir sampai mesin cuci, karena kenaikan pajak penjualan yang kontroversial mulai berlaku, dan hal itu memicu kekhawatiran mengenai penurunan nilai belanja konsumen yang akan menggelincirkan pemulihan ekonomi yang masih baru.

Pemerintah Jepang menaikkan retribusi penjualan dari lima persen menjadi delapan persen seiring upaya untuk mengontrol utang publik yang membengkak.

Namun, sebuah survei ketat mengenai sentimen bisnis menyoroti munculnya keprihatinan perusahaan Jepang, di mana hasil survei menunjukkan para pengusaha waspada tentang masa depan.

Di negara yang dilanda deflasi selama bertahun-tahun, kritikus memperingatkan bahwa para warga yang hemat akan menutup dompet mereka rapat-rapat, dan jutaan pembeli dalam beberapa pekan ini lari ke toko-toko untuk berbelanja pada menit-menit terakhir.

Terakhir kali Jepang memberlakukan kenaikan pajak penjualan pada 1997, hal itu diikuti oleh deflasi yang berlangsung selama bertahun-tahun dan kemerosotan pertumbuhan ekonomi yang berkepanjangan di negara itu.

Di antara warga Jepang yang harus menghadapi kenaikan harga, seorang mahasiswa berusia 18 tahun, Hibiki Ishida, mengaku kecewa ketika ia membeli permen karet kesukaannya pada Selasa ini.

"Saya membeli permen karet ini setiap pagi dan saya tahu harga normalnya adalah 120 yen (sekitar 1.15 dolar AS), tetapi pagi ini saya membayar 120 yen kepada petugas toko, dan dia bilang harganya sekarang 123 yen," katanya. "Saya sempat terkesima," ujar Ishida.

Sementara itu, seorang lulusan universitas, Yoshida (20) yang sedang memulai pekerjaan baru dan hidup mandiri telah membuat perencanaan untuk menghadapi kenaikan harga, dengan beberapa bantuan dari orang tuanya.

"Ibu telah membekali saya dengan banyak barang keperluan sehari-hari, seperti kertas tisu dan plastik pembungkus. Jadi, saya bisa bertahan untuk sementara waktu," katanya.

Kenaikan harga ini telah menghadirkan tantangan besar bagi Perdana Menteri Shinzo Abe sejak ia meraih kekuasaan pada akhir 2012 dengan janji untuk mengeluarkan Jepang dari siklus penurunan harga (deflasi) dan kemerosotan pertumbuhan ekonomi.

Pada Selasa, untuk membela kebijakan kenaikan harga yang masih mungkin meningkat hingga 10 persen, PM Abe menunjuk pada kenaikan biaya kesehatan dan kesejahteraan sosial, dimana hal itu membuat warga Jepang, yang umumnya masyarakat berusia tua, menjadi resah.

"Kenaikan pajak penjualan ini dimaksudkan untuk mengimbangi kenaikan biaya jaminan sosial selama bertahun-tahun dan untuk menjaga kepercayaan negara," kata Abe.

Ia menambahkan bahwa pertempuran untuk mengalahkan deflasi yang melemahkan pertumbuhan ekonomi Jepang selama bertahun-tahun akan terus berlanjut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement