Oleh: Mohammad Akbar
Jika Masjid Kordoba memiliki ornamen pada bagian kepala pilar, di Masjid Cipaganti ini pilarnya hanya terlihat polos.
Dalam hal ini, lengkungan sepatu kuda yang menghubungkan antarpilar hanya berbentuk persegi mengikuti bentuk tiang.
Sedangkan, pada bagian mihrab, memiliki ornamen yang lebih kaya dibandingkan lengkungan antarpilar penyangga. Pada bagian ini, lengkungan sepatu kuda tersebut dihiasi dengan lengkungan kecil bergelombang yang terdiri atas tiga lapis.
Lengkungan bergelombang tersebut diberikan warna hijau. Sedangkan, menyatu dengan lengkungan tersebut dihadirkan keramik tegel dengan motif geometris.
Sementara itu, kesan lawas pada masjid ini terlihat dengan hadirnya lampu gantung yang terbuat dari material kuningan. Dengan pilihan lampu model klasik tersebut, pada akhirnya memperkukuh bahwa Masjid Cipaganti ini sebagai salah satu masjid tertua di Bandung.
“Pada masa prakemerdekaan, masjid ini sering dijadikan tempat bagi berkumpulnya para pejuang kemerdekaan. Tak heran jika masjid ini menjadi salah satu tempat bersejarah juga di Kota Bandung,” kata Nono.
Menampung 2.000 Jamaah
Perancang Masjid Cipaganti ini adalah seorang warga berkebangsaan Belanda bernama Charles Prosper Wolff Schoemaker. Ia adalah seorang arsitek yang pernah merancang sejumlah bangunan bergaya artdeco di Bandung.
Mengutip informasi dari laman Wikipedia, Schoemaker adalah seorang guru besar di Technische Hoogeschool Bandoeng atau yang kini bernama Institut Teknologi Bandung. Tercatat pula, ia pernah menjadi mentor bagi proklamator RI, Ir Sukarno. Keduanya pernah terlibat dalam renovasi pembangunan Hotel Preanger pada 1929.
Sementara itu, pada prasasti berbahasa Sunda yang terdapat di masjid, Masjid Raya Cipaganti, Bandung, ini dibangun pada 11 Syawal 1351 H atau 7 Januari 1933. Sedangkan, peresmiannya dilakukan pada 11 Syawal 1352 H atau 27 Januari 1934.
Peletakan batu pertama pembangunan masjid dilakukan oleh Bupati Bandung Raden Temenggung Hassan Soemadipradja bersama dengan Patih Bandung Raden Rc Wirijadinata dan Penghulu Bandung Reden Hadji Abdoel Kadir.
Lantas, pada 1983, masjid ini diresmikan oleh Wali Kota Bandung Ateng Wahyudi setelah menjalani proses rehabilitasi dan pengembangan. Masjid ini sendiri berdiri di atas lahan seluas 2.025 meter persegi.
Nono Firdaus dari Sekretariat Dewan Kemakmuran Masjid Besar Cipaganti menjelaskan, saat ini daya tampung dari masjid ini bisa mencapai 1.500 jamaah. “Kalau shalat Jumat bisa lebih dari 2.000 jamaah karena membeludak sampai ke halaman parkiran dan jalan (Cipaganti),” katanya.
Lebih lanjut, Nono menjelaskan pula sejumlah pergantian status nama dari masjid ini. Pada awal pembangunan, ia mengatakan nama lengkap dari masjid ini adalah Masjid Kaum Cipaganti. Setelah itu, berganti nama menjadi Masjid Raya Cipaganti. “Baru pada 2007, namanya berubah menjadi Masjid Besar Cipaganti. Nama tersebut bertahan sampai sekarang,” katanya.