REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kembali mengirim Tim Global Humanity Response (GHR) ke Suriah, Sabtu (5/4) lalu. Tim relawan GHR yang dipimpin Andhika P Swasono itu dilepas oleh President ACT Ahyudin dan Senior Vice President Global Philanthropy and Communication (GPC) N Imam Akbari dari kantor ACT Ciputat. Keberangkatan tim bertujuan untuk menjalankan misi kemanusiaan di Suriah dan Turki.
Di Suriah, tim relawan ACT akan mendistribusikan bantuan kemanusiaan Food for Syria program yang diamanahkan dari para donatur dan mitra ACT di Indonesia. Sedangkan di Turki, ACT akan menghadiri undangan pertemuan NGO bidang kesehatan di Ankara.
ACT sudah ke enam kalinya mengirimkan tim kemanusiaan ke Suriah dalam misi yang sama yaitu fokus implementasi dan distribusi bantuan pangan untuk para pengungsi korban peperangan Suriah. Misi kemanusiaan global ini melanjutkan program-program sebelumnya khususnya program Food for Syria. Hingga saat ini, ACT terus mengedukasi publik melalui kampanye program Solidaritas Kemanusiaan Dunia Islam.
Ahyudin menegaskan, meski eskalasi krisis kemanusiaan global telah menjadi bahan perbincangan dan pernyataan sikap yang dikeluarkan badan dunia termasuk Perserikatan Bangsa-bangsa merespon tragedi kemanusiaan di Republik Afrika Tengah namun hal itu masih belum cukup.
“Sikap dalam bentuk statemen belum seberapa sukses mengerem laju penderitaan muslim di berbagai negara. Perlu sikap lebih tegas dari elemen kemanusiaan dunia,” ujar Ahyudin kepada ROL, Kamis (10/4).
Ahyudin mengatakan, Indonesia sebagai negeri berpenduduk muslim terbesar dunia, tak berlebihan mengajak seluruh dunia peduli, apapun agamanya. Jangan sampai dunia basa-basi apalagi tak bersikap tegas karena penyandang krisis kemanusiaan itu muslim.
“Indonesia tak bisa bersikap sekali-sekali. Kebaikan itu tuntas, bukan sekali-sekali menolong dan bersuara, tapi kemudian tak ada langkah nyata. Buktikan kita benar-benar konsisten sebagai manusia yang baik dan bangsa yang baik. Mari, kita raih kemuliaan dengan cara memuliakan orang yang menderita, di manapun,” tegas Ahyudin.
Kini, kondisi para pengungsi Suriah semakin terpuruk. Sedikitnya 4,5 juta pengungsi Suriah yang melarikan diri ke luar negeri. Sekitar satu juta pengungsi adalah anak-anak. Mereka melarikan diri dari perang dan mengungsi di Yordania, Lebanon, Turki dan Irak.
Jumlah korban tewas akibat konflik di Suriah setidaknya telah mencapai 150.344 jiwa. Data yang dilansir Syrian Observatory for Human Rights, jumlah sesungguhnya bisa jadi lebih dari itu, sekitar 220 ribu. Sejak Juli 2013, perhitungan korban dihentikan karena tidak memungkinkan untuk estimasi akurat di lapangan.