Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Ia pun mengerahkan lebih banyak lagi pengajar agar kebutuhan santri terpenuhi. Lokasi pengajaran Kiai Abbas tak terbatas. Terkadang di masjid atau kediaman para guru. Ini dimaksudkan untuk membangkitkan gairah perjuangan pendidikan Islam.
Di bawah kepemimpinannya, Pesantren Bunten mencapai puncak kesuksesannya dan tampil sebagai lembaga pendidikan yang memiliki keunggulan, qiraat.
Prestasinya pun mendunia. Ini bisa diraih karena modal ilmu yang diperoleh Kiai Abbas selama di Arab. Banyak qari terkenal pun dilahirkan dari didikan pesantren ini.
Ia tak pernah menyepelekan apa yang disebut dengan pendidikan. Menurutnya, pendidikan pesantren harus bisa berpadu dengan pendidikan formal sekolah.
Ia berprinsip, al-muhafadzah ala al-aqadim as-shalih wa al-akhdzhu bi al-jadid al-ashlah, atau pendidikan pesantren harus senantiasa dipelihara dan dipertahankan keberadaannya, tapi pendidikan sekolah juga perlu segera diwujudkan kehadirannya.
Dengan prinsip tersebut, Kiai Abbas mendirikan sebuah madrasah di bawah Pesantren Buntet. Nama madrasah tersebut adalah Abna'noel Wathon.
Sekolah tersebut telah mempunyai sistem baru dan fasilitas yang lengkap. Ada papan tulis dan murid-muridnya telah menggunakan buku dan pena atau batu tulis dengan grip sebagai bahan ajarnya.
Kontrakolonial
Pada masa itu, Pemerintah Kolonial Belanda sedang gencar-gencarnya mendirikan banyak sekolah dengan tujuan bisa menghancurkan kekuatan para kiai dan pesantrennya.
Untuk itulah, Kiai Abbas mendirikan madrasah di bawah pesantren dengan tujuan tetap bisa mengikuti perkembangan zaman, tapi eksistensi pesantren tetap dipertahankan.
Resolusi jihad dan perlawanan terhadap penjajah terus dilakukannya. Selain tampil dalam forum dalam organisasi pergerakan nasional, ia juga sering tampil mengangkat senjata untuk melakukan perlawanan fisik.