Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Akhirnya pada 1979, rakyat Iran bersatu. Para pedagang, mullah, hingga para wanita turun ke jalan, berusaha untuk menggulingkan Syah. Peristiwa ini bisa kita saksikan dalam adegan film pemenang Oscar tahun lalu, Argo.
Banyak wilayah negara Islam menyaksikan intensifikasi keimanan dalam beragama menyertai sekularisme di Eropa. Proses ini memunculkan gerakan rakyat yang bersifat mandiri dari hierarki keagamaan resmi.
Gerakan ini menginginkan peran kembali Islam atas negara atau sebagai negara. Gerakan ini sukses dilakukan oleh Iran. Di wilayah lain, seperti Mesir, Libya, dan Suriah, masih berjuang dan belum sampai pada titik keberhasilannya.
Bagaimana dengan negara di Asia? Malaysia mendeklarasikan negaranya sebagai negara Islam. Padahal, penduduk Muslimnya kurang dari separuhnya. Di India, terjadi pemisahan negara baru yang berlandaskan Islam, yaitu Pakistan.
Wajah lain terlihat dari negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, yaitu Indonesia. Pada sensus 2010, sebanyak 88,7 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 236 juta jiwa, adalah Muslim.
Menurut cendekiawan Muslim, Prof Azyumardi Azra, Indonesia telah memiliki ideologi sendiri yang paling sesuai untuk diaplikasikan, yaitu Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi negara yang telah lengkap. Sila pertamanya, merupakan perwujudan bahwa negara ini mengakui Tuhan.
Indonesia tidak memilih posisi sebagai negara Islam, atau membuat Islam sebagai agama resmi negara. Pengalaman sejarah demokrasi bangsa ini mencerminkan bahwa di negara ini warganya bisa bebas memeluk agama dan menjalankan ibadahnya.
Meski begitu, hingga kini masih ada gerakan keras dari kaum Muslimin yang berusaha membuat Indonesia sebagai negara Islam dan menggunakan hukum syariah sebagai landasannya.
Tetapi, gagasan itu justru tidak mencerminkan pendapat mayoritas umat Islam dan berkomitmen sebagai negara Pancasila. ”Saya ragu Indonesia bisa berubah seperti itu (negara Islam),” ujarnya.