REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAWA BESAR -- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Keadilan Rakyat (FKR) menggelar aksi damai untuk memperingati hari bumi, yang digelar di Lapangan Pahlawan dan berakhir di kantor Bupati Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Selasa.
Aksi yang dibarengi membagi-bagikan bibit pepohonan ini, sebagai bentuk kepedulian mahasiswa untuk menyadarkan bahwa menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan suatu keharusan demi keselamatan bumi.
Koordinator lapangan aksi, Cempe Sastrawan dalam orasinya mengatakan, bahwa alam beserta isinya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun yang terjadi justru sebaliknya, yaitu kesengsaraan rakyat.
Sejarah perusakan hutan di negeri ini berawal dari tahun 1967, yang diawali dengan pengesahan Undang Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA), yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Dilegitimasi lebih kuat lagi oleh Undang Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan Peraturan Pelaksananya.
"Konsep dan praktik ini mengakibatkan 2,7 juta hektare mengalami kerusakan per tahunnya, pembalakan hutan di mana-mana tanpa ada konpensasi bagi hutan itu sendiri," kata Cempe Sastrawan, sambil membagi-bagikan bibit tanaman kepada setiap pengendara dan warga yang melihat aksi.
FKR menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya, menolak berdirinya PT Newmont di wilayah Dodo Rinti, menolak segala pertambangan seperti batu mangaan, emas, uranium, batu hijau, dan lainnya, serta membangun industrialisasi nasional di bawah kontrol rakyat.