REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Wiendu Nuryanti mengatakan produk kerajinan batik Indonesia dapat menjadi salah satu sektor produksi andalan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.
"Kalau soal batik, Indonesia sudah sangat bisa diandalkan dan diakui, untuk bersaing dalam pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," kata Wiendu seusai meresmikan Pelatihan Batik Raja Ampat di Gedung Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), Yogyakarta, Rabu (23/4).
Menurut dia, batik asli sentuhan tangan pengrajin Indonesia bernilai seni tinggi sehingga memiliki daya saing yang tidak dapat disamakan dengan produk kerajinan batik dari Cina."Batik Indonesia sudah tua, serta dibuat berdasarkan nilai seni dan tradisi kehidupan manusia mulai dari sejak lahir hingga meninggal," katanya.
Namun demikian, menurut dia, untuk bersaing menghadapi MEA, sumber daya manusia (SDM) juga perlu disiapkan berbagai penguatan termasuk bagi kalangan pengrajin batik. "Menghadapi MEA Kuncinya memang di SDM, untuk pengembangannya di bidang Kebudayaan masih sedang kami susun pola dasarnya," katanya.
Menurut dia, sejak diakui Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO), produksi batik nasional meningkat hingga 500 persen, sehingga mampu menjadi tulang punggung Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM). "Omzet batik nasional juga telah mencapai lebih dari Rp 10 triliun, dan telah mampu menyerap lebih dari 3,5 juta tenaga kerja," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), Zulmaizar mengatakan untuk mampu bersaing menghadapi MEA, perangrajin batik juga dapat mengandalkan pewarna alami dari pada pewarna sintetis yang rata-rata impor dari luar negeri.
Selain itu, penguasaan teknologi juga mutlak diperlukan guna menghasilkan produk dengan daya saing tinggi untuk menghadapi MEA 2015. "Sudah saatnya berbenah diri menghadapi persaingan yang semakin sengit," kata Zulmaizar.