REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis menjadi negara yang terang-terangan menolak mencabut larangan penggunaan penutup kepala atau jilbab bagi pesepakbola. Menteri Olahraga Prancis yang baru Thierry Braillard seperti dikutip ESPN, Rabu (23/4), mengatakan ia mewakili pemerintah Prancis mendukung keputusan Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) yang tetap melarang penggunaan jilbab untuk pemain sepak bola di negaranya.
Keputusan FFF tersebut justru berseberangan dengan keputusan federasi sepak bola dunia (FIFA) dan Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB). Bulan Maret lalu, kedua badan dunia tersebut secara resmi sepakat mencabut larangan penggunaan jilbab dan mengizinkan penggunaan penutup kepala tak hanya kepada pesepakbola wanita, tetapi juga pemain laki-laki asalkan sesuai dengan jersey tim.
Sebelumnya penggunaan jilbab ini dilarang dalam sepak bola resmi sampai tahun 2012 karena dianggap menimbulkan risiko besar cedera di kepala atau leher. Namun, IFAB kemudian melakukan percobaan selama dua tahun menyusul permintaan Konfederasi Sepak bola Asia (AFC), dan terbukti penggunaan jilbab tidak beresiko menimbulkan cedera.
Namun, sebulan pascadiresmikan, FFF menjadi badan yang menolak pencabutan larangan tersebut untuk negaranya. FFF menganggap penggunaan jilbab oleh para pemain bertentangan dengan hukum yang berlaku di Prancis. Braillard yang berada dibalik dukungan pelarangan itu mengatakan negaranya memiliki keterikatan dengan prinsip nilai-nilai negara Republik, terutama negara yang menjunjung nilai sekularitas, dan hal demikian juga berlaku di arena olahraga.
“Ini (negara) Republik. Kita bertahan tetap membela posisi Federasi Sepak bola Prancis. Komitmen kami terhadap prinsip-prinsip sekularitas adalah pilar konstitusi kita. Adalah hal yang normal pemerintah menunjukkan dukungan atas posisi yang diambil oleh Federasi Sepakbola Prancis,” ujar Braillard seperti dikutip ESPN, Rabu (23/4).