REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Karya-karya ulama lokal menjadi referensi kajian Islam.
Tidak bisa dimungkiri ulama memegang peranan penting dalam perkembangan dan pengajaran agama Islam di nusantara. Kiprah ulama-ulama tersebut bahkan bergaung hingga ke dunia internasional.
Pada abad ke-17 M, misalnya, muncul nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lahir di Banjar, 17 Mei 1710. Dia menimba ilmu selama hampir 35 tahun.
Selama hidupnya, ia menghasilkan puluhan karya. Salah satu karyanya yang kerap menjadi referensi para penulis buku fikih adalah kitab Sabilal Muhtadin.
Bukan hanya di nusantara, umat Muslim di Filipina, Turki, Arab Saudi, Mesir, dan India juga mengenalnya. Setelah berguru di Makkah dan Madinah, ia kembali ke Tanah Air. Al-Banjari membuka pusat-pusat studi Islam untuk membantu masyarakat belajar. Dia wafat pada 3 Oktober 1812.
Pada abad berikutnya, yakni ke-18 M, Syekh Nawawi al-Bantani adalah salah satu ulama nusantara yang menjadi imam dan khatib Masjidil Haram. Dia lahir di Serang, Banten, pada 1815. Ia memiliki gelar Imam Nawawi Kedua.
Al-Bantani termasuk ulama yang sangat produktif menulis kitab. Jumlahnya tidak kurang dari 115 kitab. Dia pernah diundang ke Universitas al-Azhar, Mesir, untuk memberi ceramah atau fatwa-fatwa pada beberapa perkara khusus.
Pada masa yang sama, nama Muhammad Khalil al-Maduri juga muncul. Selain hafizh, ia juga menguasai qiraah sab'ah (tujuh cara membaca Alquran). Ulama asal Bangkalan, Madura, tersebut berasal dari keluarga ulama.
Pada 1859 dia menuju ke Makkah untuk menuntut ilmu. Pulang dari Tanah Suci ia mendirikan pondok pesantren di daerah Cengkebuan. Dia adalah sahabat Syekh Nawawi al-Bantani.
Al-Maduri sangat aktif mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah Belanda pada para santrinya. Karena usia senja, ia tidak mampu melawan penjajah secara fisik. Karena dituding melindungi pemberontak, ia pernah ditahan Belanda.
Murid-murid binaan al-Maduri di antaranya adalah KH Hasyim Asyari (pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang) dan KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok Pesantren Rembang). Dia tutup usia saat berumur 106 tahun.