Kamis 01 May 2014 06:28 WIB

Malu Berdoa dan Sudut Pandang yang Berbeda

Ustaz Erick Yusuf.
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Ustaz Erick Yusuf.

Oleh: Ustaz Erick Yusuf*

Bismillahirrahmanirrahim,

Permasalahan sudut pandang menjadi menarik jika kita lihat dari sudut yang berbeda apalagi bertolak belakang. Banyak hal dalam keseharian yang menjadikan orang-orang berseteru hanya karena melihat dari sudut yang bersebrangan.

Padahal, ilustrasi sebuah objek mestilah bisa dilihat dari berbagai sudut. Karenanya, jika kita berusaha keras melihat dari sudut yang sama boleh jadi gambarnya atau pemandangannya dalam kata lain visinya akan sama juga.

Saya mendapatkan broadcast yang menarik perihal sudut pandang ini, coba kita simak diantaranya:

Pasal 1: Bos selalu benar! Pasal 2: Jika bos melakukan kesalahan, baca pasal 1!

  • Bila bos tetap pada pendapatnya, itu berarti beliau konsisten. Bila staf tetap pada pendapatnya, itu berarti dia keras kepala.
  • Bila bos berubah-ubah pendapat, itu berarti beliau fleksibel. Bila staf berubah-ubah pendapat, itu berarti dia plin-plan.
  • Bila bos menyatakan, "mudah" itu berarti beliau optimistis. Bila staf menyatakan, "mudah" itu berarti dia meremehkan masalah.
  • Bila bos membuat tulisan seperti ini, itu berarti beliau humoris. Bila staf membuat tulisan seperti ini, itu berarti dia frustasi.

Hehe…. Tulisan di atas memang guyonan yang nyerempet-nyerempetlah. Sebuah aktivitas yang sama dengan dua sudut pandang yang berbeda. Tapi begini, yang saya ingin sharing di sini, ada satu peristiwa ketika seorang teman yang curhat kepada saya tentang kesulitan-kesulitannya.

Lalu saya bilang, mohonlah pada Allah SWT, karena hanya Allah yang dapat menolong kita semua. Lah dia malah bilang, “Saya malu minta sama Allah.”

Naudzubillah,” ucap saya. “Kenapa?”

Dia jawab, “Saya gak pernah mau shalat, puasa. Maksiat jalan terus, sementara Allah beri terus saya kemudahan. Ketika sulit seperti ini bagaimana saya bisa minta sama Allah?” begitu katanya.

Inilah prasangka yang tidak diiringi dengan ilmu. Ia hanya akan menjadi kendaraan setan. Lalu saya menambahkan padanya bahwa dengan kondisi tidak shalat, tidak melakukan hal-hal yang wajib saja Allah masih memberikan bukan hanya apa yang dibutuhkan untuk hidup tapi lebih jauh lagi yang diinginkan untuk hidup, terutama waktu.

Bayangkan jika Allah menghentikan waktu kepada mereka-mereka yang bermaksiat semua. Tapi bukan seperti itu skenarionya. Ini ujian. Allah dengan Maha Rahman masih memberikan waktu untuk menunggu kita semua bertobat kepada-Nya.

Doa adalah bagian dari ibadah. Kita pasti membutuhkan Allah dalam segala hal karena manusia adalah makhluk yang tidak berdaya upaya tanpa Allah. Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, kalianlah yang membutuhkan Allah. Allahlah Dzat Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS al-Fathir: 15).

Nabi SAW mengajarkan kepada kita, “Barangsiapa yang  tidak berdoa kepada Allah, maka Allah pun akan murka kepadanya.” (HR at-Tirmidzi). Allah SWT akan murka kepada orang  yang tidak terbiasa berdoa kepada-Nya. Karena itu, hendaknya kedua tangan kita selalu terangkat untuk berdoa kepada-Nya. Rasulullah SAW juga pernah mengatakan, “Doa adalah ibadah.” (QS at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Kembali pada perbincangan, teman saya berkata, “Kenapa kamu bisa begitu yakin?”

Lalu saya jawab, “Bacalah!” sambil saya sodorkan Alquran ke hadapannya. Saya hanya menyampaikan apa yang saya baca dari sini. Lalu saya buka lembarannya dan membaca ayat, “Apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka (katakanlah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila memohon kepada-Ku. Karena itu, hendaknya mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS al-Baqarah: 186).

Lalu dia termenung menatap Alquran dengan mata kosong dan pikiran yang melayang entah kemana. Entah apa yang melintas di benaknya. Saya memilih mendiamkan kondisi tersebut sejenak.

Perlahan pikirannya hinggap kembali, lalu perlahan matanya mulai berkaca-kaca, dengan bibir yang agak bergetar dia berkata, “Saya terlahir sebagai Muslim, tapi baru hari ini saya merasa seakan Allah berbicara pada saya lewat Alquran”.

“Tidak,” jawab saya. “Allah menyapamu setiap saat, tapi baru saat ini kamu mau mendengarnya.”

Sore itu menjadi salah satu sore yang indah di Katumiri. Setelah shalat berjamaah, di akhir pertemuan saya menambahkan sebuah hadis untuknya. “Allah Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Dia malu apabila seorang hamba mengangkat kedua tangannya kepada-Nya Dia mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong tak mendapatkan apa-apa.” (HR at-Tirmidzi).

Ayo sama-sama membenahi prasangka dan sudut pandang kita manusia sebagai makhluk terhadap Allah Sang Khalik. Jangan sampai salah pandangan, apalagi sampai su’udzan. Naudzubillah. Mari berdoa.

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.

*Pimpinan lembaga dakwah iHAQi, penulis buku “99 Celoteh Kang Erick Yusuf”.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement