REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merebaknya virus korona Middle East Repiratory Syndrome (MERS) belum berdampak pada adanya peringatan perjalanan (travel warning). Sebanyak 14 negara dengan kasus virus korona MERS positif belum menyatakan adanya pemberlakuan travel warning.
“Badan kesehatan dunia (WHO) menyebut saat ini belum ada peringatan atau larangan perjalanan dalam bentuk apapun,” kata Dirjen Pengendalian penyakit dan penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, Rabu (30/4).
Ia menambahkan hal itu sejalan dengan Peraturan kesehatan internasional (IHR) yang dikeluarkan WHO bahwa pengendalian penyakit sedapat mungkin tanpa mengganggu transfer orang dan barang.
Dari lebih dari 200 kasus orang yang terjangkit MERS, lebih dari 95 persen kasus adalah penduduk asli, atau warga negara asing yang tinggal di negara terjangkit di wilayah Timur Tengah. “Sedikit sekali jamaah umroh yang tertular. Travel warning akan menjadi tindakan terlalu besar untuk keadaan saat ini,” ujar Tjandra. Peringatan perjalanan seringkali dilakukan dalam bentuk kesepakatan baik dunia maupun tingkat regional.
Namun ia tak memungkiri jika dalam perkembangannya sudah terjadi kasus dimana penularannya dari manusia ke manusia maka kemungkinan akan ada peringatan atau larangan perjalanan.
Terkait dengan adanya suspek di Batam, Kepulauan Riau, Tjandra mengungkapkan hasil laboratorium PCR-nya menunjukkan bukan MERS CoV. “Jadi sampai saat ini belum ada kasus MERS CoV di Indonesia,” ujarnya.
Klasifikasi kasus seorang pasien dinyatakan MERS-CoV bila memenuhi kriteria sebagai berikut, demam di atas 38 derajat celcius, batuk, pneumonia dan memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah dalam dua pekan sebelum sakit.
Selain itu seseorang dengan Infeksi Saluran PernapasanAkut (ISPA) ringan sampai berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus MERS-CoV juga patut masuk dalam perawatan khusus.