REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Badan Geologi Kementrian ESDM, Surono atau biasa dipanggil Mbah Rono mengatakan, tipikal Merapi saat ini jauh berbedaa dari Merapi sebelumnya bahkan dari letusan 2010 lalu.
"Merapi saat ini beda, tidak ada topinya (kubah), sering terjadi letusan minor, kaya akan gas dan ada suara dentumannya," ujarnya kepada wartawan usai rapat koordinasi penanganan Gunung Merapi dengan empat BPBD di empat kabupaten Lereng Merapi di kantor BPPTKG Yogyakarta, Jumat (2/5).
Menurutnya, Merapi adalah gunung memilii tipikal letusan khas. Biasanya gunung ini memiliki kubah yang kemudian mendapat tekanan dari bawah oleh gas dan magma sehingga runtuh dan menjadi erupsi. Gas yang keluar menjadi awan panas yang biasa disebut wedus gembel. Namun sejak letusan 2010 lalu, Merapi tidak memiliki kubah dan gas yang bergejolak di dalamnya sering keluar dalam bentuk letusaan-letusan minor.
"Setalah letusan 2010, kantong fluida magma nyaris habis. Sekarang terisi sehingga ketika magma mengalami pendinginan, akumulasi gas ke permukaan kemudian terlepas, ini yang menyebabkan bunyi berdentum," katanya.
Namun dentuman tersebut menurutnya justru menguntungkan bagi Meraapi. Sebab dengan adanya suara itu maka tidak akan ada akumulasi gas yang sangat kuat karena adanya pelepasan kekuatan dengan suara tersebut.
"Merapi bisa meletus bisa juga tidak. Kalau kemudian magma naik dan membuat kubah maka tipikal Merapi akan muncul lagi," ujarnya.
Meski begitu kata dia, pihaknya tetap menetapkan status merapi menjadi waspada. Harapannya hal itu bisaa dijadikan panduan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan meski belum tentu Merapi meletus.
Mbah Rono juga berharap pemerintah daerah mementingkan pembangunan jalur evakuasi yang banyak mengalami kerusakan. Hal ini penting untuk mengurangi dampak bencana.
Jalur evakuasi, bagian terenting untuk penguangan resiko. Kalau buruk maka resiko bencana tinggi. Perbaikan jalur merupakan upaya mengurangi resiko.
Sementara itu Kepala BPPTKG Yogyakarta, Subandriyo mengatakan, saat ini akumulasi gas di dalam perut Merapi masih tinggi. Hal ini terbukti dari suara dentuman yang banyak di dengar warga sekitar Merapi.
"Kegempaan juga masih meskipun frekuensi rendaah (LF)," katanya.