REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa pasal dalam ketentuan tersebut dinilai membatasi mereka dalam proses pencalonan diri sebagai pejabat negara.
Terdapat delapan PNS yang menguji materi Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. PNS yang hendak mencalonkan diri sebagai pejabat negara harus mengundurkan diri secara tertulis atas statusnya sejak mendaftarkan diri.
Pemohon, sekaligus PNS di sekretariat DPD RI, Rahman Hadi mengatakan, UU ASN mengandung sejumlah pasal yang diskriminatif terhadap profesi PNS dalam mengaktualisasi dirinya. Syarat pengunduran diri PNS merupakan bentuk amputasi hak konstitusional PNS.
"UU ASN bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), di mana mengatur jelas kesamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan. Pasal 28D ayat (3), setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan," kata Rahman, Senin (5/5).
Rahman juga menyoroti ketidakkonsistenan pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) terhadap Pasal 121 yang berbunyi ASN dapat menjadi pejabat negara. Kemudian Pasal 123 ayat (1) berbunyi, pejabat negara tersebut hanya diberhentikan sementara, tidak kehilangan status PNS.
Ia melihat ada ambiguitas dan paradoks, sebab di satu sisi ada keinginan untuk meningkatkan kualitas serta kapasitas PNS, namun di sisi lain membatasi eksistensi PNS dalam meningkatkan kontribusi serta eksistensi pegawai di level strategis.
"PNS akan berfikir seribu kali untuk bersaing memperebutkan jabatan negara jika diwajibkan untuk mengundurknan diri. Atas dasar inilah kami memohon ke MK untuk berikan tafsir atas keinginan profesi ASN," ujar Rahman.
Ketua Majelis Panel Hakim MK, Arief Hidayat mengatakan, legal standing para pemohon bukanlah pimpinan tinggi seperti yang disebut UU ASN sehingga kerugian letak kerugian konstitusionalnya dianggap tidak jelas. Selain itu, PNS juga harus dijaga netralitasnya tidak terlibat politik.
"Untuk jabatan-jabatan yang disebut orang-orangnya sudah pasti dicalonkan dari partai politik, sedangkan PNS harus dijaga kenetralannya dan integritasnya, tidak boleh partisan," kata Arief.
Selain itu, ia juga mempertanyakan, alasan yang disampaikan pemohon tidak seluruhnya disertakan dalam keterangan permohonannya. Menurutnya,aturan untuk mundur bila ingin mencalonkan diri, apakah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C UUD 1945.
Delapan orang PNS yang mengajukan permohonan tersebut adalah Rahman Hadi, Genius Umar, Empi Muslion, Rahmat Hollyson Maiza, Muhadam Labolo, Muhammad Mulyadi, Sanherif S. Hutagaol, Sri Sundari.
Kuasa Hukum Pemohon, Sunggul Amongan menambahkan, kerugian konstitusional bukan hanya yang sudah terjadi, tapi juga potensi. Menurut dia, sekarang ini para PNS yang mengajukan permohonan akan naik jabatan sehingga, aturan ini ke depan akan berdampak.