Rabu 07 May 2014 13:12 WIB

Warga Palestina Terpaksa Berkebun di Jalur Maut

Rep: c60/ Red: Bilal Ramadhan
Petani Palestina di Jalur Gaza
Foto: oxfam.org
Petani Palestina di Jalur Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Demi menghidupi keluarganya, Mohammad Abu Madek (27), memilih bercocok tanam di jalur Gaza. Lahan tempat dia menanam beberapa jenis kacang dan kentang hanya berjarak beberapa ratus meter dari salah satu jalur paling berbahaya di dunia.

“Saya tak punya banyak pilihan untuk bekerja demi menghidupi keluarga,” ujar Abu Madek, sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Senin (5/5) lalu dia sedang terlihat sedang berjongkok di antara kentang dan kacang yang ditanaminya untuk memastikan irigasi yang dibuatnya berjalan baik. Beberapa petak kebun dia tanami dengan kentang, sementara sisanya ditanaminya dengan kacang. Ia berharap jadwal panen yang variatif dari kedua tanamanannya membantunya bertahan lebih lama.

Sebelum menjadi petani, Abu Madek merupakan salah satu dari 65 pesen penduduk Umm an-Naser yang menganggur. Populasi mereka hanya sekitar 5 ribu penduduk. Mereka tinggal hanya beberapa ratus meter dari dinding beton tinggi yang memisahkan israel dan palestina di bagian utara Jalur Gaza.

Umm an-Naseer merupakan salah satu area termiskin dan paling rawan kelaparan di dekat Jalur Gaza. Sebab dari sebelah utara Umm an-Naseer dibatasi oleh dinding dan dari selatan terhalang oleh pembangunan Gaza City membuat warga Umm an-Naseer terpisah dan tanah tempat bercocok tanam dan mengembala ternak.

Akibatnya, selama bertahun-tahun, makanan dan kebutuhan dasar warga bergantung kepada bantuan asing. Maka sejak beberapa tahun terakhir, Walikota Umm an-Naser, Zeyad Abu Freiya, meminta bantuan kepada FAO, Organisasi Pangan PBB, untuk membuat masyarakat lebih mandiri.

"Kami ingin menciptakan lapangan pekerjaan agar warga lebih mandiri dan tidak hanya bergantung pada bantuan orang lain," ujar Zeyad Abu Freiya sebagaimana dikutip oleh Al Jazeera.

Sebelumnya, lahan yang tersedia hanyalah berupa hamparan pasir. Namun dengan bantuan pemerintah Belanda, gunungan pasir mulai diratakan dan ditambahi tanah liat untuk memungkinkan penanaman tumbuhan. Musim gugur 2013 lalu merupakan musim cocok tanam pertama para petani di Umm an-Naser.

Freiya mengungkapkan kesulitan warganya mendapatkan makanan untuk kebutuhan sehari-hari. Bagi dia, ladang merupakan sumber makanan dan penghasilan yang nyata bagi warganya. "ini mimpi yang menjadi kenyataan," ujar Zeyad Abu Freiya.

Abu Madek merupakan salah seorang dari 83 petani baru dari Umm an-Naser yang menyewa dua dunum tanah (satu dunum sama dengan 1.000 meter persegi). Area pertania baru ini, menurut Zeyad Abu Freiya tidak hanya menjadi produksi untuk sumber pangan kelarga, namun juga untuk di jual di pasar terdekat.

Sejak dimulai pada 2013 lalu, pendapatan per keluarga rata-rata meningkat hingga USD 2.000 per tahun. Lokasi Abu Madek merawat tanaman merupakan zona beresiko tinggi yang aksesnya dibatasi. Setidak nya itu yang disebut oleh PBB saat menamai Jalur Gaza.

Sebab tak jarang pesawat tanpa wak milik Israel melintas di atas Jalur Gaza dan berdengung setengah kilometer di atas ladang Abu Madek.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement